Senin, 03 November 2025
Menu

Gerindra Usul UU Anti Flexing, Demokrat: Tergantung Kebutuhan Rakyat

Redaksi
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Herman Khaeron menanggapi usulan kader Partai Gerindra Ahmad Dhani terkait pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Flexing yang bertujuan mengatur gaya hidup masyarakat maupun pejabat negara. Herman menilai, perlu tidaknya UU tersebut sangat bergantung pada kebutuhan masyarakat.

“Kita tunggu saja nanti. Ya perlu tidaknya kan kebutuhan masyarakat ya, nanti kita lihat saja dalam perkembangannya seperti apa,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10/9/2025.

Menurut Herman, dalam melihat konteks flexing, Indonesia perlu bercermin pada praktik di negara lain. Ia mencontohkan di Eropa, banyak anggota parlemen yang memilih menggunakan sepeda karena fasilitas memadai dan sudah menjadi kebiasaan.

“Toh juga kan anggota DPR ada yang memang pengusaha, ada yang sudah sukses sejak awal, mungkin sudah culture-nya seperti itu. Tetapi saya yakin tidak serta-merta lah untuk flexing sebetulnya,” jelasnya.

Meski demikian, Herman menegaskan bahwa pejabat publik, termasuk anggota DPR, sebaiknya tetap rendah hati dan tidak berlebihan dalam memperlihatkan gaya hidup.

“Kalau misalkan memang anggota DPR nggak usah flexing, ya saya setuju. Karena kita ini memang kayak rakyat. Coba aja kalau kita terjun ke masyarakat setiap reses, kan kita juga harus merendah, harus sama dengan mereka. Jadi yang penting menurut saya, kita harus sensitif lah terhadap masyarakat,” tegasnya.

Sebelumnya, Partai Golkar pun mengaku tidak menyetujui usulan tersebut. Sebab, menurut Sekjen Partai Golkar Sarmuji tidak semua hal harus diatur dalam regulasi setingkat UU.

“Hal yang sederhana tidak perlu diatur ruwet. Jangan semua diatur UU. Ini kan masalah ukuran kepatutan diri saja,” kata Sarmuji kemarin.*

Laporan oleh: Novia Suhari