Rabu, 27 Agustus 2025
Menu

Vonis Lepas Migor, Ari Bakri Ungkap Pertemuan dengan Panitera: dari Medsos dan Hobi Motor

Redaksi
Ariyanto Bakri ‘Gadun FM’ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 27/8/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Ariyanto Bakri ‘Gadun FM’ di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 27/8/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Tersangka kasus vonis lepas (ontslag) minyak goreng, Ariyanto Bakri ‘Gadun FM’ mengungkap awal mula pertemuan dirinya dengan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang saat ini menjadi terdakwa di kasus vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng.

Hal itu ia ungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) terhadap lima terdakwa kasus minyak goreng, yakni Muhammad Arief Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Wahyu dan tiga majelis hakim yaitu Djuyamto selaku ketua, serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.

Dalam persidangan, Ariyanto menjelaskan bahwa ia mengenal Wahyu sejak beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19. Apalagi, selain status dirinya yang seorang pensiunan advokat, dia juga seorang influencer di media sosial.

“Kebetulan saya selain pengacara yang bisa dikatakan dalam tanda kutip sudah pensiun, saya tuh influencer Pak. Saya seorang influencer,” katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 27/8/2025.

Dia mengaku bahwa Wahyu merupakan salah satu ‘fans’ yang mengikutinya di media sosial dan menghubunginya melalui aplikasi pengiriman pesan.

Setelahnya, dia baru mengetahui bahwa Wahyu memiliki hobi yang sama dengan dirinya, yakni mengendarai motor gede.

“Kemudian pada pagi minggu itu beberapa tahun lalu saya lupa. Ya kita ketemu di perkumpulan motor. Sebatas obrolan motor dan beliau sering katakan ‘kalau ada kerjaan kasih saya’. Dia bilang gitu. Oke, saya bilang. Saya udah bukan lawyer, saya bilang,” kata Ari.

Dalam pertemuan itu, Wahyu memperkenalkan diri sebagai panitera di PN Jakarta Utara. Meski demikian, Ariyanto menegaskan bahwa pertemuan mereka sebatas hubungan pertemanan dengan latar belakang hobi yang sama.

Namun, komunikasi keduanya berlanjut hingga masa pandemi. Setelah Covid-19 mereda, Wahyu disebut mulai menyinggung soal perkara yang sedang dihadapi istri Ariyanto terkait perusahaan Wilmar. Wahyu bahkan menawarkan diri untuk ‘mengurus’ perkara tersebut.

“Dia bilang, ‘lu sampaikan deh ke klien lu. Atau sampaikan ke bini lu. Untuk pekerjaan itu saya pegang. Pokoknya lu jelasin aja ke bini lu. Lebih baik kerjaan itu gue yang pegang. Kalau klien lu masih mau bisnis minyak goreng’,” ucapnya.

Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa Arief bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2,500,000 atau Rp40 miliar yang diberikan secara bertahap.

Adapun total yang di dapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arief menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.

Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a subsider Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi