Pemerintah Akan Tarik Utang Baru Rp781,9 T pada 2026

FORUM KEADILAN – Pemerintah akan menarik utang baru sebesar Rp781,9 triliun pada 2026. Angka tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2022.
Dikutip dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, nilai pembiayaan utang sempat mencapai Rp870,5 triliun pada 2021 karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Lalu turun pada 2022 menjadi Rp696 triliun dan Rp404 triliun pada 2023. Setelah itu, nilai utang terus mengalami kenaikan sampai 2026.
Kenaikan nilai utang pemerintah pada 2026 mencapai 9,28 persen dibandingkan outlook 2025 yang sebesar Rp715,5 triliun.
“Pada tahun 2021, rasio utang sempat mencapai 40,7 persen sebagai dampak program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19, namun kembali turun di bawah 40 persen pada akhir tahun 2024 yang mencapai sebesar 39,8 persen,” dikutip dari Buku II Nota Keuangan.
Penarikan utang pada tahun depan paling banyak akan dilakukan melalui penerbitan surat berharga sebesar (SBN) Rp749,2 triliun.
Penerbitan SBN tersebut lebih tinggi 28,05 persen dibandingkan outlook 2025 sebesar Rp585,1 triliun.
Lalu, pembiayaan utang juga didapatkan dari pinjaman sebesar Rp32,7 triliun. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak 2022 yang sebesar Rp37,2 persen yang mana besaran pinjamannya terus mengalami kenaikan hingga 2025.
Bila dibandingkan dengan outlook 2025 yang sebesar Rp130,4 triliun, angka pinjaman luar negeri dengan besaran masing-masing minus Rp6,5 triliun dan Rp39,2 triliun.
Dalam melakukan penarikan utang tahun depan, pemerintah memastikan rancangan strategi pengelolaan utang dapat mendukung agenda itu.
Pembiayaan utang yang ekspansif adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas fiskal yang dibutuhkan, sehingga APBN dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan pencapaian tujuan pembangunan.
Peran APBN sebagai shock absorber juga terus dioptimalkan dalam rangka menghadapi dinamika dan siklus perekonomian.
“Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal,” demikian tertulis dalam Buku II Nota Keuangan.*