Jumat, 22 Agustus 2025
Menu

Kuasa Hukum Roy Suryo Cs Sebut Jokowi’s White Paper Temukan Banyak Kejanggalan di Ijazah Jokowi

Redaksi
Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 19/8/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 19/8/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Tim hukum Roy Suryo cs menyampaikan bantahan keras terhadap hasil penelitian Bareskrim Polri yang menyatakan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) identik dengan dokumen aslinya. Menurutnya, kajian terbaru yang dituangkan dalam buku Jokowi’s White Paper justru menunjukkan banyak kejanggalan.

Buku setebal lebih dari 500 halaman ini disusun oleh trio RRT, yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Mereka mengklaim telah melakukan penelitian mendalam menggunakan metode digital forensik, yang hasilnya berbeda dengan kesimpulan Polri.

“Kalau Bareskrim mengumumkan identik, penelitian Rismon justru menemukan banyak masalah. Kesimpulannya, dokumen itu bermasalah,” kata kuasa hukum Roy Suryo cs, Ahmad Khozinudin, di Polda Metro Jaya, Selasa, 19/8/2025.

Khozinudin menyebut, bukti yang mereka gunakan dalam membuat buku tersebut bukan dokumen sembarangan. Skripsi Jokowi, misalnya, diperoleh langsung dari Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Wakil Rektor dan difoto secara resmi. Sementara, lanjut Khozinudin, salinan ijazah diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik pusat maupun daerah, saat pencalonan presiden.

Sehingga menurut Khozinudin, dokumen-dokumen tersebut merupakan sumber primer yang valid. Oleh karena itu, kesimpulan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

“Kita perlu tegaskan apa yang dijadikan bahan oleh Rismon, Roy, dan yang lain itu bukan kemudian dianggap skunder ya, apalagi mungut di pinggir jalan,” tegas Khozinudin.

Lebih lanjut, mereka menilai, peluncuran buku Jokowi’s White Paper di Yogyakarta menjadi bukti adanya upaya pembungkaman kebebasan berpendapat. Soft launching yang dijadwalkan di Universitas Club (UC) UGM, terpaksa berlangsung dengan kondisi memprihatinkan.

Acara yang dihadiri sejumlah tokoh nasional itu tiba-tiba mengalami pemadaman listrik, khususnya di area kegiatan. Lampu dan AC dimatikan, sementara area lain tetap menyala. Meski demikian, acara tetap berjalan dengan peralatan seadanya. Para tokoh seperti Said Didu, Refly Harun, dan Tyasno Sudarto disebut menjadi saksi mata peristiwa tersebut.

“Ini bukan mati lampu alamiah, tapi tindakan brutal. Mencekam, di era 80 tahun Kemerdekaan, ternyata kebebasan berpendapat masih dijajah,” ucapnya.

Khozinudin mengungkapkan, memilih UGM sebagai tempat soft launching bukan tanpa alasan. Mereka bertiga merupakan alumni UGM dan ingin mengembalikan marwah kampus yang dinilai tercoreng dengan polemik ijazah Jokowi.

“UGM tidak boleh ikut tercoreng karena satu alumninya bermasalah. Tinta setitik bisa merusak susu sebelanga. Jangan sampai satu orang merusak marwah seluruh alumni UGM,” ujar Khozinudin.

Pihaknya juga menyayangkan sikap UGM yang dianggap tunduk pada tekanan eksternal. Mereka menyebut, kehadiran pamdal kampus dan polisi setempat ikut memengaruhi keputusan pembatalan acara oleh UC UGM. Atas kejadian itu, tim hukum Roy Suryo mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberi klarifikasi.

“Kapolri harus tegas. Jangan sampai ada aparat yang justru membekingi tindakan pembungkaman,” kata Khozinudin.

Menurut Khozinudin, penerbitan buku akademis tidak boleh diperlakukan sebagai tindak kejahatan.

“Buku harus dibalas dengan buku, bukan dengan penjara. Kalau tidak setuju, bantah dengan argumen, bukan intimidasi,” ucapnya lagi.

Selain itu, mereka menilai, publik berhak mengetahui isi buku tersebut sebagai bahan perdebatan ilmiah. Bahkan, tim RRT membuka pemesanan pre-order karena keterbatasan biaya cetak.

“Tebalnya lebih dari 500 halaman, bahkan hampir 700 halaman. Itu isinya semuanya adalah kajian-kajian. Dan kalau ada dokumen lain yang bisa untuk membantah, silakan. Kalau ada penulis lain yang mau menulis, silakan. Kalau ada peneliti lain, yang ahli-ahli apa pun lah, silakan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah