Jumat, 22 Agustus 2025
Menu

MK Diminta Perkuat Perlindungan Hukum Wartawan dari Kriminalisasi

Redaksi
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) menguji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar Mahkamah memperkuat perlindungan kepada wartawan dari laporan kriminalisasi ke Kepolisian dan juga gugatan perdata.

Adapun yang diuji ialah Pasal 8 UU Pers yang mengatur ketentuan di mana wartawan mendapat perlindungan hukum saat melaksanakan profesinya.

Dalam permohonannya, Ketua Iwakum Irfan Kamil menilai bahwa ketentuan pasal tersebut sangat multiafsir dan belum memberikan kepastian hukum untuk wartawan.

“Tidak dijelaskan perlindungan seperti apa yang bisa di dapat oleh Wartawan dari ‘Pemerintah dan Masyarakat’?” katanya dikutip dari permohonan, Senin, 18/8/2025.

Dirinya lantas membandingkan dengan perlindungan hukum dalam perundang-undangan bagi advokat dan juga jaksa yang dinilai sudah jelas dan tidak ‘karet’.

Pada Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat diatur ketentuan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.

Sedangkan pada Pasal 8 ayat 5 UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI mengatur ketentuan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, serta penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Padahal, kata dia, wartawan dalam menjalankan profesinya kerap mendapat kriminalisasi atas dasar pemberitaan yang mereka buat, salah satunya dengan menggunakan pasal-pasal seperti pencemaran nama baik, ujaran kebencian ataupun pasal karet lainnya.

“Tanpa perlindungan hukum yang eksplisit dan jelas, tentunya wartawan menjadi rentan terhadap kriminalisasi atau tindakan sewenang-wenang. Tindakan kriminalisasi ini secara langsung menyerang kehormatan dan martabat mereka sebagai profesional yang sah,” katanya.

Untuk itu, dalam petitumnya, mereka meminta bahwa Pasal 8 UU Pers bertentangan secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tindakan kepolisian dan gugatan perdata tidak dapat dilakukan terhadap wartawan dalam melaksanakan profesinya berdasarkan kode etik pers’.

Selain itu, dalam petitum alternatifnya, mereka juga meminta Mahkamah agar ‘pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap wartawan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pers’.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi