Senin, 25 Agustus 2025
Menu

Polda Metro Ungkap Modus Narkoba di E-Commerce, Pakai Sistem Drop Point

Redaksi
Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Metro Jaya Kombes Kombes Ahmad David (tengah) saat memberikan paparan kepada media di kawasan Mapolda Metro Jaya, Jumat, 15/8/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Metro Jaya Kombes Kombes Ahmad David (tengah) saat memberikan paparan kepada media di kawasan Mapolda Metro Jaya, Jumat, 15/8/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya mengungkap modus baru peredaran narkotika melalui platform e-commerce dan media sosial. Penjual memanfaatkan sistem kamuflase serta metode drop point untuk menghindari deteksi aparat.

Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Metro Jaya Kombes Kombes Ahmad David mengatakan, pihaknya terus memantau perdagangan narkotika melalui jaringan online, termasuk Instagram, TikTok, dan beberapa platform e-commerce lain.

“Kami selalu memantau perdagangan jual-beli narkotika melalui jaringan online. Ada yang melalui Instagram, TikTok, dan sebagainya,” katanya kepada media di Gedung Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, Jumat, 15/8/2025.

Menurut David, para pelaku tidak menampilkan penawaran narkotika secara vulgar. Mereka menggunakan kode-kode tertentu untuk mengelabui calon pembeli dan memanfaatkan kamuflase dalam transaksi.

“Semua kamuflase, tidak vulgar,” singkatnya.

Selain itu, kata David, sistem distribusi yang digunakan tidak mempertemukan penjual, kurir, dan pembeli secara langsung. Barang haram tersebut ditinggalkan di titik tertentu yang telah disepakati, atau yang disebut dengan metode drop point.

“Bahasa kita, sistem tempel (drop point),” tambahnya.

David menjelaskan, dalam metode ini, penjual akan meninggalkan barang di suatu lokasi, kemudian pembeli mengambilnya sesuai koordinat yang diberikan setelah pembayaran dilakukan.

Pola ini dinilai menyulitkan pelacakan karena tidak ada interaksi tatap muka antar pihak yang terlibat.

Lebih lanjut, Polda Metro Jaya juga menggandeng Direktorat Siber untuk mengawasi peredaran narkoba di dunia maya. Koordinasi rutin dilakukan dengan pihak penyedia layanan e-commerce serta jasa pengiriman untuk memantau paket-paket mencurigakan.

David menegaskan, pihaknya tidak hanya menindak pelaku peredaran narkoba, tetapi juga membidik penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap jaringan tersebut. Namun, dari hasil pemeriksaan sementara, penyidik baru menemukan bukti aliran dana dalam bentuk uang tunai.

“Sementara dari hasil pemeriksaan penyidikan, pengumpulan data yang ada masih berupa uang, belum dalam aset,” jelasnya.

Penindakan terhadap peredaran narkoba berbasis e-commerce ini menjadi salah satu fokus Polda Metro Jaya, mengingat pola transaksi online dianggap semakin canggih dan adaptif terhadap pengawasan. Aparat memastikan akan terus memantau dan menindak pelaku yang memanfaatkan teknologi untuk kejahatan narkotika.

“Termasuk dari pihak jasa angkutan akan selalu memberikan informasi kepada kita terhadap hal-hal yang mencurigakan. Kami akan terus berkolaborasi untuk memutus peredaran narkoba ini,” pungkasnya.

Diketahui, pengungkapan ini berdasarkan bagian dari keberhasilan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, yang mengungkap peredaran gelap narkotika jenis sabu seberat 516 kilogram dari sindikat internasional yang melibatkan jaringan Iran, Cina, dan Malaysia.

Pengungkapan tersebut dilakukan sepanjang Juli hingga Agustus 2025, melalui operasi gabungan tiga tim penyelidik. Nilai barang bukti yang disita diperkirakan mencapai Rp516 miliar.

Polisi menyebut, dengan pengungkapan ini, setidaknya 2,6 juta jiwa warga Jakarta terselamatkan dari ancaman kerusakan mental, fisik, dan kesehatan akibat narkotika.

“Kita tidak boleh kalah, generasi muda harus dilindungi. Saatnya bersatu lawan narkoba demi masa depan Indonesia bersih dan kuat,” tegas David.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah