Mahfud MD Soal Eksekusi Vonis Silfester: Jauh Dari Daluwarsa, Bisa Segera Dieksekusi

FORUM KEADILAN – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam), Mahfud MD, menyatakan masa eksekusi vonis majelis hakim terhadap Silfester Matutina belum kedaluwarsa, sehingga Kejaksaan dapat segera melakukan penahanan.
Tim Hukum Silfester Matutina, mungkin salah baca, shg keliru mengatakan bhw kewajiban eksekusi utk vonis Silfester sdh daluwarsa shg tak perlu dieksekusi. Itu salah karena diasumsikan bhw silfester dihukum 1,5 thn karena “pelanggaran”. Silfester itu divonis dgn dakwaan Pasal 311…
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) August 13, 2025
“Pasal 84 [KUHP] masa daluwarsa penuntutan atas Silfester adalah 12 tahun, sedangkan daluwarsa untuk eksekusi adalah 12 tahun ditambah 1/3-nya. Artinya 16 tahun. Jadi masih sangat jauh dari daluwarsa. Bisa segera dieksekusi,” kata Mahfud dalam cuitan Twitternya, dikutip Kamis, 14/8/2025.
Mahfud membantah bahwa simpulan keliru yang mengatakan bahwa kewajiban eksekusi untuk vonis Silfester telah kedaluwarsa sehingga tidak perlu dieksekusi.
Mahfud menegaskan bahwa anggapan tersebut karena telah mengasumsikan bahwa Silfester dihukum 1,5 tahun karena ‘pelanggaran’.
Menurutnya, Silfester divonis dengan dakwaan Pasal 311 Ayat 1 KUHP yang berarti pemfitnah sebagai pelaku ‘kejahatan’ (bukan pelanggaran), sebagaimana Pasal 78 jo.
“Oleh karena itu jaksa eksekutor di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tetap bisa mengeksekusinya,” ujarnya.
Diketahui, kasus menjerat Silfester terjadi setelah anak dari Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), Solihin Kalla, melaporkan Silfester pada 2017 terkait dugaan fitnah yang diucapkannya dalam orasi.
Video saat Silfester berorasi ketika saat itu beredar di media sosial. Dalam orasinya tersebut Silfester melayangkan tudingan terhadap Wapres JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah melalui media sebagaimana tertuang dalam Pasal 310 KUHP, beserta Pasal 27 dan 28 UU Nomor 8 tahun 20211 tentang ITE.
Lalu, Silfester dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan tersebut karena dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.
Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Tetapi, hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi tersebut belum juga dieksekusi.
Mahfud mempertanyakan kenapa Kejaksaan yang tidak kunjung mengeksekusi penahanan Silfester padahal waktu sudah bergulir 6 tahun sejak vonis pidananya Inkracht.
“Mestinya Kejaksaan Agung menjelaskan: 1) Mengapa itu terjadi? 2) Langkah apa yang telah dan akan dilakukan sekarang? Rakyat berhak tahu tentang itu. Menakutkan, jika ada vonis yang tak dilaksanakan tanpa penjelasan,” jelas Mahfud.
Di sisi lain, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengklaim bahwa dirinya telah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) terkait kasus dugaan fitnah yang dilaporkan ke Bareskrim Polri.
“Urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla itu sudah selesai dengan adanya perdamaian. Bahkan saya sudah dua atau tiga kali bertemu beliau, dan hubungan kami sangat baik,” ujarnya kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin, 4/8/2025.
Silfester menyatakan telah mengikuti proses hukum atas laporan tersebut dan menegaskan bahwa ucapannya tidak dilatarbelakangi oleh dendam atau motif pribadi.
“Urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik. Dan sebenarnya, urusan saya dengan Pak Jusuf Kalla tidak ada tendensi pribadi. Saya tidak membenci Pak Jusuf Kalla,” katanya.
Ia juga mengakui bahwa pernyataan yang menyinggung nama JK disampaikan secara spontan saat dirinya menjadi orator dalam aksi demonstrasi di Mabes Polri, di mana para peserta aksi saat itu menyerukan agar JK mundur dari jabatannya.
“Itu spontanitas. Jadi tidak ada mens rea-nya. Waktu itu teman-teman aksi di Mabes Polri meminta Pak JK mundur, dan saya merespons sebagai orator. Saya hanya menyampaikan hal yang sama, bukan kesengajaan saya,” jelasnya.
Meski demikian, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menyatakan tetap akan mengeksekusi putusan terkait kasus tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Anang Supriatna mengungkapkan bahwa Kejari Jakarta Selatan telah mengundang Silfester untuk hadir. Bila tidak hadir, eksekusi tetap akan dilakukan.
“Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, hari ini yang bersangkutan diundang. Kalau dia tidak datang, ya silakan saja. Kami harus eksekusi,” ujar Anang saat dikonfirmasi media.
Ia menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut berada dalam kewenangan Kejari Jakarta Selatan, karena proses persidangan sebelumnya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Menanggapi hal itu, Silfester kembali menegaskan bahwa dirinya telah menjalani seluruh proses hukum dan akan mengikuti perkembangan perkara tersebut.
“Enggak ada masalah. Intinya saya sudah menjalankan prosesnya. Nanti kita lihat lagi bagaimana kelanjutannya,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan yang mendampingi Silfester, menyebut bahwa hingga saat ini belum ada surat pemanggilan resmi dari Kejari Jakarta Selatan.
“Enggak ada [surat pemanggilan],” pungkas Ade.*