KPK: Jokowi Minta Tambahan Kuota Haji Reguler, Malah Dikorupsi untuk Haji Khusus

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa dugaan korupsi kuota haji 2024 berkaitan dengan perubahan peruntukan tambahan kuota 20.000 jemaah, pada awalnya dimintakan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke Arab Saudi untuk menambah kuota haji reguler tapi dikorupsi untuk haji khusus.
“Tambahan 20 ribu kuota ini hasil pertemuan atau kunjungan Presiden Republik Indonesia (era itu adalah Jokowi) dengan pemerintah Arab Saudi di mana alasannya adalah permintaan kuota ini karena kuota reguler itu nunggunya sampai 15 tahun lebih,” ujar Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu, 9/8/2025, dini hari.
Asep mengatakan, tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan oleh Arab Saudi tersebut pada akhirnya dibagikan untuk haji reguler dan haji khusus dengan proporsi yang tidak semestinya.
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, rasio pembagian kuota haji adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Jadi kalau 20 ribu berarti sekitar 18.400 untuk reguler, 1.600-nya untuk haji khusus. Itu kalau dikaitkan dengan Undang-Undang,” katanya.
Namun, kenyataannya kuota haji khusus menjadi 10.000 jemaah.
Selain menggunakan perspektif UU Haji dan Umrah yang membuka kemungkinan bagian kecil kuota untuk haji khusus, KPK juga turut membuka kemungkinan bahwa seharusnya seluruh kuota tambahan itu diperuntukkan bagi haji reguler demi memangkas waktu tunggu calon jemaah haji.
“Seharusnya yang 20.000 ini karena alasannya memperpendek jarak atau jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler,” jelasnya.
Diketahuinya, KPK belum menentukan kerugian negara dari kasus tersebut. KPK kemudian menaikkan status perkara penentuan kuota dan penyelenggaran ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan.
KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji itu.
Dalam kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal itu menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
Diberitakan sebelumnya, Yaqut Cholil Qoumas selesai menjalani pemeriksaan terkait dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 pada Kamis, 7/8.
“Saya terima kasih sudah mendapat kehormatan karena diberi kesempatan untuk klarifikasi segala hal, terutama terkait dengan pembagian kuota tambahan,” ujar Yaqut singkat.
Yaqut mengatakan, banyak pertanyaan yang diajukan saat pemeriksaan tersebut. Ketika ditanya apakah ada pertanyaan terkait urusan kuota haji, Yaqut enggan menjawab karena masuk dalam materi.
“Ya banyaklah pertanyaan,” ucap Yaqut.
“Terkait dengan materi, saya tidak akan menyampaikan, ya. Mohon maaf, kawan-kawan wartawan. Intinya, saya berterima kasih mendapatkan kesempatan bisa menjelaskan-mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu,” imbuhnya.*