Minggu, 10 Agustus 2025
Menu

UU Polri Digugat, MK Diminta Atur Batas Minimal Pendidikan Polisi Lulusan Sarjana

Redaksi
Ilustrasi Polri. | Ist
Ilustrasi Polri. | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk mengatur ketentuan syarat minimal untuk calon anggota kepolisian harus memiliki gelar sarjana strata satu (S1). Hal ini dinilai untuk meningkatkan kinerja anggota polisi, terutama dalam pemahaman hukum.

Hal itu tertuang dalam perkara Nomor 133/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh seorang advokat bernama Leon Maulana Mirza Pasha dan seorang mahasiswa Zidane Azharian Kemalpasha. Keduanya menguji konstitusionalitas norma Pasal 21 ayat 1 huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun pasal tersebut mengatur ketentuan soal syarat untuk diangkat menjadi anggota Polisi harus memenuhi syarat berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum (SMU) atau yang sederajat.

Dalam permohonannya, mereka menganggap bahwa batas minimal syarat pendidikan SMU untuk menjadi anggota kepolisian dianggap melemahkan kredibilitas kepolisian.

“Bahwa secara domino, keberadaan norma yang terlalu longgar dalam menetapkan syarat pendidikan ini akan menurunkan standar kualitas rekrutmen, memperluas celah inkompetensi struktural, dan menormalisasi praktik-praktik pelayanan yang tidak profesional,” kata pemohon dalam permohonan Perkara 133/2025, dikutip Jumat, 8/8/2025.

Menurutnya, tamatan SMA belum memiliki kematangan, baik dari segi intelektual, pemahaman sistemik, maupun ketajaman dalam berpikir kritis.

Selain itu, kata dia, lulusan SMA juga cenderung belum siap untuk menghadapi tantangan-tantangan lapangan yang kompleks, apalagi ketika dihadapkan pada situasi yang memerlukan pertimbangan hukum, etika, dan sosial secara simultan.

“Kondisi ini menyebabkan ketidaksiapan dan kurangnya kematangan intelektual yang berdampak pada ketidaktepatan atau kekeliruan dalam penerapan hukum,” katanya.

Mereka lantas membandingkan syarat minimal pendidikan dengan aparat penegak hukum lainnya, contohnya hakim yang harus memiliki syarat minimal pendidikan Sarjana Hukum.

Selain itu, contoh lainnya yang mereka bandingkan ialah jaksa di mana harus berijazah paling rendah Sarjana Hukum saat masuk Kejaksaan dan juga advokat yang harus berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.

Perbedaan latar belakang tersebut menurut para Pemohon menimbulkan permasalahan yang nyata, terutama dalam kurangnya pemahaman hukum.

“Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pemahaman hukum yang dimiliki oleh anggota kepolisian yang merupakan aparat penegak hukum itu sendiri,” tambahnya.

Mereka menilai bahwa menaikan syarat minimal pendidikan untuk anggota polisi menjadi sarjana akan meningkatkan kerja dan kredibilitas kepolisian secara sistemik sebagai penegak hukum.

Meski mereka menilai syarat minimal tamatan SMA tidak terlalu buruk, namun hal tersebut dinilai masih belum matang untuk mengemban tugas berat. Apalagi, materi yang didapatkan dalam akademi kepolisian juga singkat dan cenderung pengulangan.

“Bahwa rendahnya pengetahuan aparat soal pengetahuan akademik khususnya dalam hukum berdampak pada ketidaktahuan aparat dalam melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya tepat berdasarkan hukum dan kaidah yang berlaku. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus akibat ketidaktahuan aparat kepolisian untuk memahami prinsip-prinsip dasar hukum,” tambahnya.

Untuk itu, mereka menilai bahwa kepolisian harus dilakukan reformasi struktural dengan menaikkan syarat minimal pendidikan menjadi sarjana.

Mereka lantas meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 21 ayat 1 huruf d UU Kepolisian inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai ‘berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S1) atau yang sederajat’.

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi