Ajukan Banding, Kuasa Hukum Tom Lembong Soroti Lima Kejanggalan Putusan

FORUM KEADILAN – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong bakal mengajukan banding atas vonis empat tahun enam bulan pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim dalam kasus korupsi importasi gula.
Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, menegaskan bahwa upaya banding ini telah diputuskan dan akan diajukan pada Selasa pekan ini.
“Iya, sudah diputuskan kita akan banding hari Selasa. Dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding,” ujar Ari saat dikonfirmasi wartawan, Senin, 21/7/2025.
Ari menyebut, setidaknya ada lima poin krusial yang menjadi dasar pengajuan banding. Kelima poin itu menyoroti kejanggalan dalam pertimbangan hukum majelis hakim.
Menurutnya, majelis hakim tidak menguraikan secara rinci mengenai niat jahat (mens rea) dari terdakwa. Padahal, dalam asas in dubio pro reo, keraguan seharusnya membebaskan terdakwa.
Lebih lanjut, ia menilai, pertimbangan soal mens rea hanya bersumber dari keterangan saksi di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), bukan dari fakta yang muncul di persidangan. Hal ini dianggap menyalahi prinsip pembuktian dalam Pasal 183 hingga 185 KUHAP, karena keterangan saksi harusnya didukung bukti lain yang relevan.
“Ini keliru, karena keterangan saksi yang dianggap alat bukti adalah keterangan saksi yang didengar dan dihadirkan di persidangan,” katanya.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Lembong lalai melakukan evaluasi kebijakan dalam dua bulan pertama menjabat sebagai Mendag.
Namun menurut Ari, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab langsung Mendag, terlebih evaluasi dan pemantauan telah dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri melalui korespondensi resmi.
“Bagaimana mungkin seseorang dianggap melakukan perbuatan pidana karena tidak melakukan evaluasi yang tidak dilakukan dalam dua bulan pertama menjabat? Kebijakan presiden terpilih yang baru pun diukur dalam 100 hari kerja,” katanya.
Sementara soal perhitungan kerugian negara sebagaimana hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ari menyebut bahwa yang digunakan majelis bertentangan dengan fakta. Menurutnya, hakim justru membuat tafsir sendiri terhadap kerugian negara dan mengabaikan hasil audit resmi.
“Majelis hanya mempertimbangkan potential loss, bukan kerugian nyat yang didasarkan pada keuntungan yang seharusnya diperoleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” tegasnya.
Ia juga mengingatkan Pasal 4 UU BUMN yang menyatakan kerugian BUMN bukan termasuk kerugian keuangan negara.
Hal lain yang dirinya soroti ialah soal pertimbangan memberatkan dalam putusan adalah bahwa Lembong menggunakan pendekatan ekonomi kapitalis dalam kebijakan yang diambilnya. Ari menilai hal ini sebagai bentuk ketidakprofesionalan majelis.
“Pertimbangan ideologi bukanlah dasar hukum dan bahkan tidak pernah disebut dalam dakwaan ataupun tuntutan JPU,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan Lembong justru telah melibatkan koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta meningkatkan penerimaan negara, sebagaimana disampaikan para ahli dalam persidangan.
Menurutnya, vonis terhadap Tom Lembong dinilai dapat menciptakan ketakutan di kalangan pembuat kebijakan, baik di pemerintahan, BUMN, maupun sektor swasta.
Ari menilai, hal ini dapat melumpuhkan pengambilan keputusan strategis yang dibutuhkan untuk kepentingan publik.
“Vonis ini bisa menjadi preseden buruk. Orang akan takut membuat kebijakan karena khawatir bisa dijerat pidana, padahal situasinya mendesak,” katanya.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis empat tahun enam bulan hukuman penjara. Hakim menyatakan Tom bersalah dalam kasus korupsi kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan,” ujar hakim.
Hakim menyatakan bahwa Tom Lembong bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan tidak ada hal pemaaf ataupun pembenar dalam perbuatan Tom selaku terdakwa.
Selain itu, Tom juga dibebankan membayar denda Rp750 juta. Jika tak dibayar, maka diganti enam bulan kurungan.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi