Polda Metro Jaya Bongkar Kasus Kejahatan Pornografi Anak, Tersangka Rekam dan Simpan Foto Keponakan Sendiri

FORUM KEADILAN – Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya kembali menegaskan komitmennya dalam memerangi kejahatan siber, khususnya yang menyasar kelompok rentan seperti anak-anak. Kali ini, aparat berhasil mengungkap dan menangkap pelaku kejahatan pornografi anak yang ternyata merupakan kerabat dekat korban.
Kasubdit III Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra mengatakan, pelaku berinisial HOC (49) ditangkap atas dugaan telah memproduksi, menyimpan, dan mentransmisikan konten pornografi anak secara digital. Ironinya, korban dalam kasus ini merupakan keponakan kandungnya sendiri yang masih berusia 11 tahun dan tinggal bersama pelaku.
“Pelaku adalah suami dari adik ibu kandung (paman/ipar) anak korban. Jadi hubungannya adalah keponakan. Antara pelaku dan korban adalah keponakan, namun bukan keponakan kandung,” katanya kepada media di, Polda Metro Jaya, Sabtu, 19/7/2025.
Rafles menuturkan, kasus ini bermula dari laporan internasional yang diterima oleh Polda Metro Jaya dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) di Amerika Serikat (AS) pada 27 Mei 2025. Laporan tersebut mengindikasikan adanya penyebaran konten bermuatan pornografi anak secara daring yang dideteksi berasal dari wilayah Jakarta Selatan.
Setelah dilakukan penelusuran mendalam, Subdirektorat I Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya kemudian melakukan penyelidikan dan mengamankan tersangka di kawasan Karawaci Office Park, Tangerang, pada Selasa, 3 Juni pukul 16.00 WIB.
Dalam penangkapan itu, polisi disebutkan berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana, di antaranya satu unit ponsel merek Xiaomi Poco dengan model M2012K11AG, serta sebuah akun Gmail yang terdaftar atas nama [email protected].
“Pelaku ditangkap setelah tim kami melakukan pendalaman terhadap informasi yang masuk. Kami menemukan bahwa tersangka memiliki dan menguasai akun Google Drive yang digunakan untuk menyimpan serta mentransmisikan konten pornografi anak,” ujarnya.
Adapun, modus yang digunakan pelaku adalah dengan secara langsung memotret korban menggunakan ponsel pribadinya, lalu menyimpan dan mengunggahnya ke layanan penyimpanan digital Google Drive.
“Konten yang dilakukan pengunggahan oleh HOC adalah pada saat anak korban duduk menonton TV di sebelah pelaku. Pada saat itu timbul dorongan seksual dari pelaku sehingga membuka celana anak korban kemudian memberikan sentuhan terhadap alat kelamin anak korban, serta melakukan pemotretan,” ucapnya.
Polisi menyebut, tindakan pelaku tergolong sebagai praktik child grooming, yaitu pendekatan psikologis kepada anak dengan tujuan melakukan pelecehan seksual.
“HOC mengaku terdorong melakukan perbuatan tersebut akibat hasrat pribadi yang muncul karena trauma masa lalu yang belum tuntas,” ungkapnya.
Atas dugaan tindak pidana yang dilakukan, tersangka dikenai sejumlah pasal dengan ancaman hukuman yang berat. Ia dikenakan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tepatnya Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 sebagaimana telah diperbarui melalui UU Nomor 1 Tahun 2024, yang mengatur mengenai penyebaran dan penyimpanan konten asusila melalui sistem elektronik, dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
“Selain itu, tersangka juga dijerat dengan Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang memuat ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda sebesar Rp6 miliar,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi segala bentuk kejahatan seksual terhadap anak, khususnya yang dilakukan di ruang digital.
“Kami akan terus melakukan pengawasan, penegakan hukum, dan kerja sama lintas negara dalam memberantas kejahatan seksual terhadap anak. Ini merupakan kejahatan luar biasa yang tidak hanya melukai korban, tapi juga merusak masa depan bangsa,” tegasnya.
AKBP Rafles juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan aktif dalam mengawasi aktivitas anak-anak di ruang digital, terutama dalam penggunaan perangkat elektronik dan media sosial.
“Kami mengajak masyarakat untuk tidak ragu melapor bila menemukan indikasi kejahatan digital, terutama yang menyasar anak di bawah umur. Partisipasi publik sangat penting untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi semua,” pungkasnya.*
Laporan oleh: Ari Kurniansyah