Perdana Menteri Lawrence Wong Buka Suara Usai Kejagung Ungkap Keberadaan Riza Chalid di Singapura

FORUM KEADILAN – Pemerintah Singapura, di bawah Perdana Menteri Lawrence Wong, buka suara setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengatakan bahwa tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah Mohammad Riza Chalid (MRC) berada di Singapura.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Riza Chalid dalam rilis resmi, pada 16/7, mengatakan bahwa Riza Chalid tidak berada di Singapura.
“Catatan imigrasi kami menunjukkan bahwa Muhammad Riza Chalid tidak berada di Singapura dan sudah lama tidak memasuki Singapura,” demikian rilis resmi Kemlu Singapura.
“Jika diminta secara resmi, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, sesuai dengan hukum dan kewajiban internasional kami,” tambahnya.
Sebelumnya diketahui, Direktur penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan bahwa Riza Chalid dipastikan berada di luar negeri. Penyidik saat ini telah berkoordinasi dengan otoritas Singapura.
“Kerja sama dengan perwakilan kejaksaan di Singapura. Kami sudah ambil langkah-langkah karena infonya ada di sana, sudah kami tempuh untuk bagaimana kita temukan dan datangkan yang bersangkutan,” tutur Qahar.
Qahar juga menyatakan penyidik sampai saat ini masih belum dapat menahan Riza terkait kasus korupsi yang menjeratnya.
Riza Chalid juga telah dipanggil penyidik sebanyak tiga kali untuk diperiksa. Tetapi, dia mangkir dari semua panggilan itu.
Kejagung telah menetapkan 18 tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023. Tersangka-tersangka tersebut adalah Siahaan (RS) sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Mereka juga menetapkan saudagar minyak Riza Chalid selaku Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan anaknya Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi itu mencapai Rp285 triliun yang terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.*