Geledah Kantor GoTo dalam Kasus Pengadaan Chromebook, Kejagung Temukan Dokumen Investasi

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan bahwa pihaknya menemukan dokumen terkait investasi ketika melakukan penggeledahan terhadap kantor PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Penggeledahan tersebut dilakukan pada 8 Juli 2025 lalu.
“Informasi yang kami dapat bahwa sudah diambil beberapa dokumen yang terkait dengan investasi yang diterima GoTo,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Kamis, 17/7/2025.
Walaupun demikian, Anang tidak merincikan dokumen investasi apa yang ditemukan oleh Kejagung. Ia hanya mengungkapkan bahwa dokumen tersebut berkaitan dengan investasi yang diterima oleh GoTo.
“Tentunya yang terkait dengan investasi yang diterima oleh GoTo yang nantinya terkait dengan perkara yang kami tangani,” ujar Anang.
Adapun barang bukti yang disita oleh Kejagung dalam penggeledahan tersebut adalah dokumen, surat-surat, serta alat elektronik seperti flashdisk.
Diketahui, kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan ini terjadi saat kepemimpinan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim (NAM) yang sebelum menjabat sebagai menteri, ia adalah salah satu pendiri Gojek.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers pada Selasa, 15 Juli mengungkap, terdapat perjanjian co-investment sebesar 30 persen dari Google yang merupakan imbalan karena sudah mendapatkan proyek dalam Program Digitalisasi Pendidikan, yaitu berupa pengadaan laptop Chromebook.
Qohar mengatakan, perjanjian tersebut terjadi usai Nadiem Makarim bertemu dengan pihak Google. Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan rencana pengadaan TIK berupa laptop Chromebook setelah nanti dirinya dilantik menjadi menteri.
“Pada bulan Februari dan April 2020, NAM bertemu dengan pihak Google yaitu WKM dan PRA membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” ungkap Qohar saat konferensi pers, Selasa, 15/7.
Hasil dari pertemuan tersebut ditindaklanjuti oleh Staf Khusus Nadiem, Jurist Tan yang kemudian menemui Google untuk membahas proses teknis pengadaan laptop ini.
Jurist Tan, kata Qohar, juga membicarakan teknis co-investment sebesar 30 persen dari nilai proyek yang bakal diberikan Google untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam pertemuan itu.
Qohar membeberkan, Kejagung saat ini juga sedang mendalami keterkaitan investasi Google kepada PT Gojek. Kejagung juga mencari apa keuntungan yang diperoleh oleh Nadiem.
“Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM, ini yang sedang kami dalami. Penyidik fokus kesana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek. Kami sedang masuk kesana,” kata Qohar.
Nantinya, hasil pendalaman tersebut bakal diteliti lebih jauh apabila terdapat keterkaitan dengan pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Qohar juga membeberkan kerugian yang dialami negara dalam kasus ini, yaitu mencapai Rp1,980 triliun.
Sebagai informasi, terdapat empat orang yang sudah ditetapkan dan diumumkan sebagai tersangka. Mereka adalah Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 2020-2021 sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kemudian Mulyatsyah selaku Direktur SMP Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Jurist Tan sebagai Staf Khusus Nadiem, serta Ibrahim Arief yang merupakan konsultan mantan Mendikbud Nadiem Makarim periode Maret-September 2020.
Sri dan Mulyatsyah telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejagung usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Selasa, 15/7. Sedangkan Jurist Tan yang diduga berada di luar negeri masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ibrahim sendiri dilakukan penahanan kota dengan dalih kondisi kesehatan yang bersangkutan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2021 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*