Kamis, 17 Juli 2025
Menu

PDI Perjuangan Belum Tentukan Sikap Soal Putusan MK, Aria: Ibu Mega Baru Hadir Hari ini

Redaksi
Politikus PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16/7/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Politikus PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16/7/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Politikus PDI Perjuangan Aria Bima mengungkapkan bahwa hingga kini internal partainya belum menetapkan sikap resmi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Menurutnya, keputusan tersebut tengah dikaji secara mendalam oleh tim internal PDI Perjuangan melalui diskusi dan forum-forum non-formal.

“Bukan rapat ya, tapi lebih ke diskusi internal yang dilakukan tim kajian DPP. Mereka sedang mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, dan menyusun beberapa opsi solusi. Opsi-opsi ini nantinya baru akan dibawa ke rapat DPP,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16/7/2025.

Ia menilai, keputusan MK yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah perlu dikaji dari sudut pandang konsolidasi demokrasi. Aria mengingatkan bahwa gagasan awal pilkada serentak yang berdekatan dengan pilpres bertujuan menyatukan proses perubahan kepemimpinan nasional dan daerah dalam satu siklus politik dan anggaran yang seirama.

“Jangan sampai justru keputusan MK ini menjadi langkah mundur. Dulu narasinya, pemilu serentak itu membangun ritme dan kesinambungan antara visi presiden dan kepala daerah dalam satu kesatuan negara,” ujarnya.

Ia menyoroti adanya potensi jeda hampir dua tahun antara pemilu nasional dan daerah, yang dapat menimbulkan ketimpangan ritme politik dan pembangunan. Aria menyebut, diskusi PDI Perjuangan yang tengah berlangsung juga mencakup gagasan mengenai pemilu eksekutif dan legislatif yang bisa dilakukan secara bersamaan.

Putusan MK, kata Aria, memang bersifat final and binding, tetapi tetap perlu didekati dengan narasi demokrasi yang lebih substansial, bukan semata untuk kepentingan jangka pendek partai.

“Yang kita bahas bukan hanya kepentingan partai, tapi bagaimana demokrasi ke depan lebih matang, sistemnya lebih utuh, tidak tambal sulam,” sambungnya.

Adapun forum diskusi yang dimaksud diselenggarakan oleh badan riset DPP PDI Perjuangan, dengan menghadirkan sejumlah pakar seperti Ramlan Surbakti, Titi Anggraini, dan Yasonna Laoly. Menurut Aria, forum ini bukan rapat resmi, melainkan Focus Group Discussion (FGD) yang lebih bersifat akademis dan strategis.

Aria juga menyatakan bahwa keputusan partai baru akan dirumuskan setelah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali dari kunjungan luar negeri ke Tiongkok pada 16 Juli.

“Ibu Mega baru akan hadir tanggal 16 (hari ini). Jadi belum ada pembahasan di tingkat pimpinan DPP,” katanya.

Selain itu, sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR, Aria mengatakan belum ada tindak lanjut konkret, karena pembahasan lintas partai dan pimpinan fraksi masih berlangsung. Ia pun mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil inisiatif menggelar rapat konsultatif antar lembaga tinggi negara untuk menyikapi putusan MK tersebut.

“Mumpung menjelang 17 Agustus, saya kira perlu ada rapat konsultatif antara presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi agar polemik ini tidak berkembang liar di publik,” katanya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kodifikasi ulang Undang-Undang (UU) Pemilu, termasuk pileg, pilpres, pilkada, penyelenggara pemilu, dan partai politik, dalam satu kerangka hukum yang terpadu.

“Karena semua isu ini saling terkait, maka kodifikasi menjadi langkah yang masuk akal dan krusial untuk memperkuat demokrasi kita ke depan,” tutupnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari