Senin, 21 Juli 2025
Menu

Kejagung Ungkap Alasan Belum Tetapkan Nadiem Makarim Tersangka Kasus Chromebook

Redaksi
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar (tengah) di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 15/7/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar (tengah) di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 15/7/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan belum menetapkan Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019–2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyebut bahwa pihaknya masih memerlukan alat bukti tambahan.

“Kenapa tadi NAM sudah diperiksa mulai pagi sampai malam, kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka? Karena Berdasarkan kesimpulan penyidik, masih perlu ada pendalaman alat bukti,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Selasa, 15/7/2025.

Untuk diketahui, Nadiem Makarim diketahui telah dua kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Ia menegaskan bahwa Korps Adhyaksa tidak akan berhenti mengusut dugaan korupsi Chromebook, meski telah menetapkan beberapa tersangka. Penyidik, kata dia, akan mencari alat bukti dan petunjuk guna memastikan keterlibatan Nadiem dalam kasus tersebut.

Apabila ditemukan, Qohar mengatakan, penyidik tak akan pandang bulu. Semua pihak yang diyakini melakukan tindak pidana bakal ditetapkan sebagai tersangka.

“Karena bicara hukum, bicara alat bukti. Ketika alat bukti pasti akan kami tetapkan sebagai tersangka,” sebutnya.

Selain itu, Abdul Qohar menegaskan bahwa berdasarkan keterangan saksi yang sudah diperiksa, Nadiem Makarim diduga memiliki peran dalam kasus ini. Adapun perannya saat itu ialah meminta agar pengadaan laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook harus dilakukan. Bahkan, tahap pengadaannya tidak melalui proses lelang.

“Memang dari keterangan para saksi, termasuk 4 yang sudah tersangka ini memang pernah ada rapat zoom meeting yang dipimpin NAM, yang di sana agar menggunakan Chrome OS. Yang pada saat itu sudah saya sampaikan belum dilakuan lelang atau proses pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Meski begitu, alat bukti tersebut dinilai belum cukup. Sehingga, penyidik masih mencari bukti lainnya untuk memperkuat keyakinan adanya tindak pidana yang dilakukan.

“Namun kami perlu alat bukti lain, alat bukti dokumen alat bukti petunjuk, alat keterangan ahli untuk NAM,” katanya.

Sebelumnya, Kejagung) menetapkan Eks Staf Khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan dan konsultan Ibrahim Arief dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Selain mereka berdua, terdapat dua tersangka lain yang diterapkan Korps Adhyaksa, yakni Eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek Mulatsyah (MUL), dan Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2021 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, hari ini Kejagung melakukan pemeriksaan kepada sejumlah orang yakni Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dan Ibrahim Arief dalam kasus pengadaan laptop berbasis Chromebook.

Dalam penyidikannya, Kejagung menyoroti rapat pada 9 Mei 2020 yang dinilai berhubungan erat dengan perubahan teknis pengadaan laptop dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun.

Padahal, pada 2019 lalu telah ada uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom Kemendikbudristek. Saat itu, hasilnya dinilai tidak efektif dan disarankan untuk menggunakan sistem operasi Windows.

Pengadaan laptop tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp9,98 triliun. Dari total dana itu, sekitar Rp3,58 triliun berasal dari dana satuan pendidikan (DSP), sedangkan sisanya, sekitar Rp6,39 triliun, berasal dari dana alokasi khusus (DAK).*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi