Bacakan Pledoi hingga Emosional, Hasto Cerita Sejarah PDI Perjuangan Lahir dari Rahim Perlawanan

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membacakan pledoi secara emosional saat dirinya menceritakan sejarah kelahiran partainya dan saat mengenang kejadian Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli).
Ia menyebut bahwa PDI Perjuangan lahir dari rahim perlawanan terhadap Orde Baru (Orba) yang menentang rezim otoritarianisme Soeharto.
“PDI Perjuangan berperan penting sebagai suluh demokrasi. PDIP menjadi harapan rakyat tertindas dan wahana bagi suara suara kritis,” katanya dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 10/7/2025.
Saat itu suaranya tercekat ketika dia menceritakan soal upaya negara mencoba memecah belah partai secara internal yang berujung pada peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996 atau Kudatuli.
“PDIP mencoba dihancurkan melalui dualisme kekuasaan dengan campur tangan negara. Secara langsung yang berujung pada peristiwa 27 Juli 1996 yang sebentar lagi akan kami peringati” katanya.
Ia melanjutkan, bahwasanya PDI Perjuangan tetap setiap pada demokrasi di tengah tantangan pragmatisme politik yang semakin menguat.
“Sejarah penindasan akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Partai ini selalu setia pada jalan demokrasi meskipun pada periode 2004-2014, pragmatisme politik semakin menguat,” katanya.
Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dituntut tujuh tahun penjara oleh JPU KPK. Selain hukuman penjara, Hasto juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp600 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman kurungan badan selama enam bulan.
Jaksa meyakini Hasto melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan dan suap terkait pengkondisian Harun Masiku sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tujuh tahun,” kata jaksa ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 3/7.
JPU menuntut Hasto Kristiyanto dengan sangkaan melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) untuk perbuatan korupsinya. Selain itu, ia juga dituntut melanggar Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atas perintangan penyidikan.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi