Minggu, 13 Juli 2025
Menu

Roy Suryo Tegaskan Kapasitas Keahlianya di Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Redaksi
Pakar Telematika Roy Suryo saat memberikan keterangan kepada media di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 9/7/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Pakar Telematika Roy Suryo saat memberikan keterangan kepada media di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 9/7/2025 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) sekaligus pakar telematika Roy Suryo menegaskan kapasitas dan legalitas keahliannya dalam gelar perkara khusus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang berlangsung di Mabes Polri, Rabu, 9 Juli 2025. Ia hadir sebagai ahli bersama Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) untuk memaparkan temuan forensik digital terkait dugaan kejanggalan pada dokumen ijazah Jokowi.

“Kami tidak datang dengan asumsi atau opini, kami datang dengan data, dokumen, dan keilmuan yang sah,” katanya kepada media di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 9/7.

Roy bahkan menunjukkan surat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) tahun 2003, serta undangan-undangan sebagai ahli dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga Mabes Polri untuk menegaskan rekam jejaknya.

“Saya bukan ahli karbitan. Jauh sebelum jadi anggota DPR, saya sudah menjadi narasumber dan ahli di berbagai lembaga negara,” tegasnya.

Dalam sesi gelar perkara, Roy sempat menanggapi kehadiran seorang yang mengaku ahli digital forensik dari pihak yang mendukung keaslian ijazah Jokowi. Menurut Roy, orang tersebut tidak mampu memaparkan materi teknis.

“Katanya ahli digital forensik, tapi latar belakangnya sastra. Tidak ada presentasi, hanya klaim. Bahkan dihentikan oleh Pak Karowassidik karena tak bisa menjawab secara ilmiah. Kami hanya bisa tersenyum melihatnya,” ucapnya.

Roy juga membantah logika pembela Jokowi yang menyatakan bahwa ijazah dianggap asli karena telah dilegalisasi oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan diterima oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“UGM hanya melegalisasi, bukan memverifikasi keaslian. Ini bukan perkara administratif semata. Analogi mereka juga keliru. Masa membuktikan keaslian tanpa menghadirkan objeknya? Ijazah itu harus dihadirkan, seperti halnya dalam otopsi jenazah, objeknya tidak bisa diabaikan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Roy berharap agar proses hukum terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini bisa berjalan secara objektif.

“Kami sudah berusaha maksimal menyampaikan yang terbaik. Selebihnya, kami serahkan kepada Allah dan berharap semoga semua yang hadir di ruangan itu diberi hidayah,” pungkasnya.

Sementara itu, tim kuasa hukum Jokowi menilai, gelar perkara tersebut justru menguatkan kesimpulan bahwa tidak ada unsur pelanggaran hukum dalam kasus ini.

Yakub Hasibuan, kuasa hukum utama Jokowi menyebut bahwa para pelapor gagal menghadirkan bukti baru (novum) maupun menunjukkan adanya kesalahan dalam penyelidikan oleh Bareskrim.

“Mereka mendalilkan adanya pemalsuan, tapi tak mampu membuktikan di mana letak kepalsuannya. Bahkan, mereka meminta kami menunjukkan ijazah asli, padahal tidak memiliki otoritas untuk menilainya,” katanya.

“Kami hormati gelar perkara ini sebagai bentuk kepatuhan hukum, tapi secara substansi, penyelidikan ini sudah clear dan sah,” sambungnya.

Dalam gelar perkara, tim Jokowi juga menghadirkan ahli digital forensik Joshua Sinambela. Ia menegaskan bahwa metode Error Level Analysis (ELA) yang digunakan pihak pelapor tidak relevan.

“ELA hanya dapat digunakan untuk file digital, bukan dokumen fisik seperti ijazah asli. Jadi analisis yang disampaikan mereka tidak memiliki dasar teknis,” jelas Joshua.

Lebih jauh, Yakub kembali menjelaskan bahwa gelar perkara khusus tersebut dibagi dalam dua tahap. Adapun tahap pertama yang menghadirkan para pihak secara langsung telah rampung. Dalam sesi itu, menurutnya, tidak ditemukan satu pun dalil yang menunjukkan adanya pelanggaran dalam proses penyelidikan maupun novum yang bisa membuka kembali perkara.

“Pada saat sesi satu itu tidak sama sekali ada dalil yang mengatakan ada pelanggaran dalam penyelidikan ataupun bukti baru yang dimasukkan. Sehingga dapat membuka lagi perkaranya atau sebagainya,” imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini, gelar perkara memasuki tahap kedua, yakni pendalaman bersama pihak-pihak eksternal. Oleh sebab itu, pihaknya memilih untuk tidak mendahului otoritas penyidik maupun Bareskrim Polri.

“Sesi kedua masih berlangsung dan dihadiri oleh berbagai unsur resmi, termasuk DPR, Komisi III, Kompolnas, Ombudsman, Itwasum, Propam, hingga Divisi Hukum Polri. Kalau kami bisa bilang itu semua pihak, elemen-elemen semua dihadirkan. Ahli-ahli juga banyak sekali,” ungkapnya.

Berdasarkan rangkaian pemaparan dan hasil diskusi, ia menyimpulkan bahwa secara objektif dan ilmiah, tidak ditemukan satu pun indikasi atau dalil adanya pelanggaran dalam penyelidikan perkara tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya menilai bahwa proses ini justru mengonfirmasi keaslian ijazah milik Jokowi dan menegaskan bahwa polemik tersebut seharusnya tidak perlu dipersoalkan lebih lanjut.

“Dengan hasil gelar perkara tadi. Bahwa sama sekali tidak ada indikasi atau tidak ada dalil pelanggaran yang dilakukan dalam sekali lagi, ini menjadi konfirmasi bahwa ijazah Pak Jokowi itu asli dan tidak perlu diperdebatkan lagi,” tandasnya.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah