Eggi Sudjana: Jika Jokowi Tunjukkan Ijazah Asli, Kasus Selesai, Saya Siap Minta Maaf

FORUM KEADILAN – Aktivis Eggi Sudjana menegaskan bahwa polemik hukum terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) seharusnya tidak perlu berlarut-larut.
Hal itu disampaikan Eggi saat memenuhi panggilan penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya terkait dugaan ijazah palsu yang dilaporkan Jokowi. Menurutnya, jika Jokowi bersedia menunjukkan ijazah asli secara terbuka, maka kasus yang sudah berlangsung selama hampir empat tahun ini bisa langsung ditutup.
“Ini soal simpel, soal ijazah. Saya pernah bilang di pengadilan, kalau Jokowi menunjukkan ijazah asli, case closed, tutup kasus. Saya minta maaf pun mau, tetapi kalau tidak, ya saya kejar terus, kurang lebih empat tahun berjalan ini,” ujar Eggi Sudjana kepada wartawan, di Polda Metro Jaya, Senin, 7/7/2025.
Eggi juga mempertanyakan sikap Jokowi yang justru mengambil jalur hukum alih-alih menunjukkan dokumen yang menurutnya seharusnya menjadi kebanggaan alumni perguruan tinggi.
“Logika terakhirnya, dalam konteks ijazah, kalau dia punya, ya tunjukkan saja. Sederhana. Saya punya. Ngapain dia sewa lawyer, ngapain dia lapor polisi, panggil penyidik, padahal tinggal tunjukkan saja. Tidak berbiaya, sederhana,” ujarnya.
Bahkan kata Eggi, pernyataan kuasa hukumnya, Rismon Sianipar, menyebut bahwa ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) seharusnya menjadi kebanggaan dan ditunjukkan dengan bangga, bukan disembunyikan.
“Kata Rismon, justru ijazah UGM itu kebanggaan. Kenapa ditutupi, padahal Jokowi itu paling senang difoto, giliran foto ijazah, tidak boleh,” ucapnya.
Menurut Eggi, langkah hukum yang dilakukan pihak Jokowi seperti pelaporan ke polisi dan pemanggilan para pelapor hanya akan memperpanjang polemik, padahal persoalannya sangat sederhana.
“Kalau memang punya, tunjukkan saja. Itu akan menyelesaikan semuanya. Tidak perlu berlarut-larut,” tegasnya.
Sementara itu, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, yang juga turut dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya hari ini, menyampaikan alasannya baru memenuhi panggilan klarifikasi kali ini.
“Saya tidak akan mengulangi apa yang sudah disampaikan sebelumnya. Saya hanya ingin menyampaikan, inilah contoh dari undangan yang kami terima,” ujar Roy.
Menurut Roy, dirinya hanya menerima dua undangan dari kepolisian. Undangan pertama tertanggal Rabu, 2 Juli, yang dinilai tidak memenuhi unsur formil sebagai surat panggilan yang jelas.
“Undangan klarifikasi pertama itu biasa saja, tidak ada tulisan pro justitia, kami waktu itu sebenarnya siap hadir, tapi atas rekomendasi kuasa hukum kami, kami tidak perlu menghadiri karena undangan tersebut tidak jelas,” jelasnya.
“Tidak ada siapa yang melapor, tidak ada locus delicti, tidak ada juga tempus delicti-nya,” sambungnya.
Roy membantah adanya undangan klarifikasi pada Kamis, 3 Juli. Menurutnya, setelah dirinya tidak hadir pada pemanggilan pertama, pihaknya hanya menerima undangan kedua yang dijadwalkan pada Senin, 7 Juli.
Oleh sebab itu, ia menyatakan tidak pernah menerima undangan untuk tanggal 3 Juli, dan hal tersebut turut mereka klarifikasi, serta pertanyakan kepada penyidik.
“Kami baru mendapatkan undangan kembali setelah kami tidak datang Rabu itu. Kami bersurat, dan undangan berikutnya adalah untuk hari ini, Senin, 7 Juli. Tidak ada undangan untuk Kamis, 3 Juli,” imbuhnya.
Roy menambahkan, alasan dirinya dan tim hukum hadir hari ini karena surat panggilan sudah jelas menyebutkan beberapa hal krusial dalam perkara hukum.
“Kenapa kami hadir hari ini? Karena di sini sudah ada beberapa nama yang ditulis sebagai terlapor. Sudah ada tempus-nya, ada locus-nya, memang tempus dan locus-nya banyak sekali,” pungkasnya.*
Laporan oleh: Ari Kurniansyah