Pengacara Keluarga Juliana Marins Ancam Pihak Terkait Indonesia ke Jalur Hukum

Mereka mengungkapkan bahwa tidak puas dengan dokter Indonesia yang memberikan hasil autopsi dan curiga adanya kelalaian dari tim penyelamat hingga menyebabkan Juliana meninggal dunia setelah terjebak empat hari di Gunung Rinjani.
Keluarga meminta bantuan Kantor Pembela Umum (DPU) dalam mengajukan autopsi ulang dan usulan tersebut diteruskan ke Pengadilan Federal.
“Sertifikat kematian yang dikeluarkan Kedutaan Besar Brasil di Jakarta berdasarkan autopsi yang dilakukan pihak berwenang Indonesia, tetapi tak memberi informasi konklusif soal waktu kematian yang tepat,” demikian catatan dari Kantor Pembela Umum (DPU), dikutip media lokal Brasil, O Globo.
Menurut pengacara pembela Taisa Bittencourt pelaksanaan pemeriksaan baru sangat penting untuk dapat mempertahankan unsur-unsur yang dapat memperjelas fakta.
Kantor Jaksa Agung (AGU), DPU, dan Pemerintah wilayah Rio de Janeiro sepakat untuk menetakan autopsi akan digelar pada Rabu, 2/7/2025, di Institut Medis Hukum Afrânio Pelxoto (IML).
Bittencourt mengatakan bahwa hasil autopsi akan menentukan langkah selanjutnya. Bila ditemukan adanya kelalaian, otoritas Brasil akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan penyelidikan Internasional atas kematian Juliana Marins.
“Kami menunggu laporan dari pihak Indonesia dan setelah laporan ini sampai di kami, kami akan menentukan langkah-langkah selanjutnya. Autopsi ini atas permintaan keluarga,” ungkapnya.
Juliana Marins (26) diketahui tewas terjatuh ketika sedang melakukan pendakian di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Juliana diperkirakan terjatuh di area pendakian Gunung Rinjani pada Sabtu pagi, 21/6/2025. Sementara itu, jasadnya baru berhasil ditemukan oleh tim search and rescue (SAR) di kedalaman 600 meter pada Selasa, 24/6/2025.
Kepala Kantor SAR Mataram Muhamad Hariyadi mengungkapkan, jenazah Juliana Marins ditemukan di kedalaman jurang sekitar pukul 18.00 WITA.
“Setelah pemeriksaan awal, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan pada korban,” ujar Hariyadi.
Sementara itu, menurut Menteri Koordinator, Hukum, Ham, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, Juliana Marins saat terjatuh dari tebing tinggi dan terhempas ke dalam jurang yang penuh batu.
“Terhempas dari ketinggian 600 meter di batu,” kata Yusril dalam konferensi pers, Jumat, 4/6/2025.
Ketika terhempas, kepala, dan bagian tubuh Juliana lalu terbentur dengan bebatuan yang keras yang kemudian mengakibatkan Juliana akhirnya meninggal.
“Hanya 15 sampai 30 menit setelah jatuh terhempas itu (Juliana) memang sudah meninggal,” ucap Yusril.
Yusril menjelaskan bahwa berdasarkan hasil autopsi oleh tim kedokteran forensik, Juliana mengalami kerusakan organ yang parah akibat benturan. Juliana juga mengalami patah tulang di bagian dada, tulang belakang, punggung, beserta tulang paha. Luka paling parah dapat dilihat pada bagian belakang atau punggung.
Oleh karena demikian, Yusril menilai sangat kecil kemungkinan Juliana Marins sempat bertahan hidup usai terjatuh dan mengalami benturan hebat semacam itu.
“Andaipun ditemukan dalam waktu yang sangat singkat, kemungkinan menyelamatkan jiwa korban juga kecil,” lanjut Yusril.
Yusril pun menepis soal anggapan bahwa pemerintah Indonesia terlalu lamban dalam upaya penyelamatan Juliana Marins. Menurutnya, tim pencarian telah berusaha semaksimal mungkin di tengah cuaca ekstrem dan medan evakuasi yang terjal.
“Sangat sulit menggunakan helikopter untuk evakuasi. Satu-satunya jalan adalah evakuasi secara manual yang lebih lama,” kata Yusril.
Di sisi lain, dilansir laporan Independent, Juliana diketahui mendaki Gunung Rinjani bersama dengan lima wisatawan asing dan seorang pemandu lokal. Juliana lalu disebutkan kehilangan pijakan dan jatuh dari tebing setinggi sekitar 600 meter.
Insiden itu diperkirakan terjadi sekitar pukul 06.30 waktu setempat di jalur yang mengelilingi tepi kawah gunung berapi. Juliana Marins diklaim sempat selamat dari insiden yang pertama dan dilaporkan masih terlihat bergerak serta meminta bantuan.*