Jumat, 04 Juli 2025
Menu

KPK Geledah Kediaman Kadis PUPR Sumut, Temukan Uang Rp2,8 Miliar hingga Senpi

Redaksi
5 tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi jalan yang melibatkan Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut | YouTube KPK RI
5 tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi jalan yang melibatkan Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut | YouTube KPK RI
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Topan Obaja Putra Ginting (TOP) dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumut.

Penggeledahan dilakukan oleh penyidik KPK pada Rabu, 2/7/2025 pukul 09.45 WIB di kediaman Topan di Perumahan Royal Sumatera, Cluster Topaz, nomor 212, Medan Tuntungan. Dalam penggeledahan tersebut, KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp2,8 miliar.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan bahwa uang tunai sebesar Rp2,8 miliar tersebut ditemukan dalam pecahan Rp100 ribu dengan total 28 bundel. Setiap bundelnya senilai Rp100 juta.

“Jadi di lokasi tersebut ditemukan uang cash (tunai) sejumlah 28 pak dengan nilai total sekitar Rp2,8 miliar,” ungkap Budi saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 2/7.

“Tentunya semua akan didalami baik asal-muasal dari uang tersebut ataupun uang tersebut nanti akan dialirkan ke mana,” lanjut Budi.

KPK juga memukan dua senjata api (senpi) dengan jenis pistol Beretta dengan tujuh butir amunisi dan senapan angin dengan amunisi sebanyak dua pack. Penyidik, kata Budi, juga akan mendalami asal dari senpi tersebut dan akan melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian.

Barang bukti lain yang didapatkan dari penggeledahan tersebut yaitu barang bukti elektronik (BBE) berupa pesan dari para tersangka. BBE tersebut pun telah diekstrak untuk membantu penelusuran ke pihak-pihak lainnya termasuk darimana asal uang tersebut.

“BBE yang sudah diamankan akan didalami setiap informasi di dalamnya. Namun, informasi apa saja dalam BBE itu tentu belum bisa kami sampaikan dalam kesempatan ini. Semuanya masih ditelusuri,” ujar Budi.

Menurut Budi, uang-uang tersebut bisa saja berasal dari proyek lain di luar perkara yang kini sedang KPK tangani.

“Tentu terbuka peluang untuk mendalami, menelusuri proyek-proyek lainnya,” katanya.

Di samping itu, Budi menjelaskan bahwa KPK juga sempat melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Sumut. Di sana, KPK mengamankan beberapa dokumen yang dibutuhkan terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.

“KPK akan terus menelusuri terkait dengan bukti-bukti yang mungkin nanti juga berada di tempat-tempat lainnya, sehingga KPK masih terus melakukan penggeledahan,” jelas Budi.

Diketahui sebelumnya, Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting alias TOP resmi ditetapkan KPK jadi tersangka dugaan korupsi proyek jalan di Sumut.

Penetapan tersangka terhadap Topan ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi jalan yang melibatkan Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyampaikan, selain menetapkan tersangka terhadap Topan Ginting, pihaknya menetapkan status tersangka terhadap empat orang lainnya.

“Menetapkan lima tersangka (dugaan korupsi proyek jalan di Sumut),” katanya.

Keempat orang tersangka lainnya adalah Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut.

Kemudian, dua pihak swasta, yakni Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Dirut PT DNG dan Rayhan Dulasmi (RAY) selaku Dirut PT RN. Penetapan para tersangka dilakukan usai OTT yang dilakukan pada Kamis, 26 Juni.

Asep pun membeberkan, proyek jalan di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, Sumut ini bernilai total Rp231,8 miliar.

“TOP memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa mekanisme dan proses pengadaan barang dan jasa. KIR sudah dibawa TOP saat survei. Ada kecurangan, tidak melalui proses lelang,” jelas Asep.*