Kejagung Sita Rp1,3 Triliun dalam Kasus Ekspor CPO dari Musim Mas dan Permata Hijau Group

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai Rp1,3 triliun dari kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) tahun 2022. Penyitaan tersebut merupakan hasil penitipan uang pengganti dari enam perusahaan yang tergabung dalam dua grup korporasi, yakni Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Sutikno menyebut, penyitaan ini merupakan bagian dari penanganan perkara yang melibatkan 12 korporasi.
Adapun total dana yang berhasil disita dan dititipkan dalam rekening penampungan lain (RPL) Jampidsus saat ini berjumlah Rp1.374.892.735.527,46 (triliun).
“Uang yang dititipkan dari enam terdakwa korporasi tersebut berjumlah Rp1,3 triliun,” kata Sutikno dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Rabu, 2/7/2025.
Sutikno, menyebut bahwa total kerugian negara tersebut telah berdasarkan penghitungan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP) dan laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Negara dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) terdiri dari 3 komponen yaitu kerugian negara, illegal gain, dan kerugian terhadap perekonomian negara.
Adapun Musim Mas Group yang terdiri dari tujuh perusahaan tercatat menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4,89 triliun.
Rincian yaitu, PT Musim Mas Rp 1 triliun; PT Inter Benua Perkasa Tama Rp 3,1 triliun; PT Mike Oleo Nabati Industri Rp 5,2 miliar. Selain itu, PT Agro Makmur Jaya Rp 27 miliar; PT Musim Mas Fuji Rp 14,5 miliar; PT Mega Surya Mas Rp 31,4 miliar dan PT Wira Inomas Rp 186 miliar.
Sementara itu, Permata Hijau Group yang terdiri dari lima perusahaan tercatat menimbulkan kerugian negara sebesar Rp937 miliar. Adapun rinciannya ialah, PT Naga Mas Palm Oil Lestari Rp 381 miliar; PT Pelita Agung Rp 275 miliar; PT Rubika Jaya Rp 13,7 miliar; PT Permata Hijau Palm Oil Rp 325 miliar dan, PT Permata Hijau Sawit Rp 9 miliar.
Dari total 12 perusahaan tersebut, enam perusahaan telah menitipkan uang pengganti kerugian negara ke RPL Jampidsus di Bank BRI.
Sutikno mentebut, PT Musim Mas menjadi penyetor terbesar dengan jumlah Rp1,18 triliun. Sementara itu, lima perusahaan dari Permata Hijau Group telah menitipkan dana sebesar Rp186,4 miliar.
“Seluruhnya berada dalam RPL Jampidsus Kejagung pada bank BRI,” katanya.
Adapun para terdakwa dalam perkara ini didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung menyita uang sebanyak Rp11 triliun dari pengembangan penanganan perkara Tipikor di kasus pemberian fasilitas ekspor CPO alias minyak goreng pada industri kelapa sawit dari Korporasi Wilmar Group pada tahun 2022.
Adapun lima terdakwa korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group ialah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Untuk diketahui, tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group pernah dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).
Namun, dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang mengadili perkara tersebut menjatuhkan putusan lepas atau onslaught.
Setelahnya, para majelis hakim yang terlibat dalam suap penanganan perkara di kasus CPO ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, di antaranya ialah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Selain itu, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta juga jadi tersangka dalam kasus ini.
Selain para hakim yang menjadi tersangka, terdapat juga beberapa orang lain yang ditetapkan mulai dari advokat, akademisi hingga jurnalis yang menjadi tersangka.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi