MK Nyatakan Pemilu Nasional dan Daerah Tak Digelar Serentak pada 2029

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan agar pemilihan calon presiden/wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (nasional) dipisahkan dengan pemilihan calon gubernur, bupati dan wali kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (daerah) pada tahun 2029 mendatang.
Hal itu tertuang dalam putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menguji konstitusionalitas norma Pasal 167 ayat 3, Pasal 347 ayat 1 Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pasal 3 ayat 1 UU Pilkada. Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian amar putusan tersebut.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Kamis, 26/6/2025.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menyebut bahwa ketiga pasal tersebut, yang mengatur ketentuan soal pemungutan suara pemilu nasional dan daerah secara serentak, tidak lagi memiliki kekuatan hukum tetap.
MK menyatakan bahwa pemungutan suara pemilu nasional digelar secara serentak, lalu baru disusul dengan Pemilu Daerah dalam waktu paling cepat 2 atau 2,5 tahun.
Opsi lain yaitu, Pemilu Daerah juga bisa dilaksanakan sejak pelantikan DPR, DPD ataupun presiden-wakil presiden.
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional,” katanya.
Sebagai informasi, Perludem mengajukan permohonan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menguji Pasal 1 ayat 1, Pasal 167 ayat 3, Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada).
Dalam permohonannya, mereka menyebut, pemilu serentak lima kotak telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, dan menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu.
Sebab dalam pandangan mereka, pengaturan keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak lagi bisa hanya dipandang sebagai pengaturan jadwal pemilu saja, apalagi disederhanakan soal teknis, dan implementasi undang-undang saja. Selain itu, pengaturan jadwal penyelenggaraan pemilu akan berdampak sangat serius terhadap pemenuhan seluruh asas penyelenggaraan pemilu.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi