Selasa, 22 Juli 2025
Menu

Noel Sebut Hasto Bohong soal Pernah Tolak Tawaran Jadi Menteri di Era Pemerintahan Jokowi

Redaksi
Ketua Prabowo Mania 08 Immanuel Ebenezer
Ketua Prabowo Mania 08 Immanuel Ebenezer | Dok. Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Relawan Prabowo Mania Immanuel Ebenezer (Noel) menanggapi pernyataan Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat, yang menyebut bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pernah dua kali menolak tawaran untuk menduduki jabatan menteri di kabinet pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Cecep yang merupakan teman kuliah Hasto Kristiyanto, dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku yang digelar pada Jumat, 20/6/2025.

Noel pun menepis pernyataan tersebut dan mengungkapkan bahwa memang tidak pernah ada tawaran kepada Hasto untuk menduduki kursi menteri saat Jokowi menjadi presiden.

“Nggak mungkin lah, apa yang dia sampaikan bohong semua. Dia bilang punya ini, punya itu, punya bukti apa. Apa yang bisa dipercaya dari Hasto? Nggak bisa dipercaya,” ungkap Noel kepada media, Sabtu, 21/6.

“Nggak ada, sedikit pun nggak ada dan nggak pernah (tawaran menteri). Halu tingkat idiot,” sambung Noel.

Pria yang pernah mejadi relawan Jokowi Mania (Joman) ini pun berpesan kepada Hasto supaya tidak lagi membuat kebohongan dan memintanya untuk jujur.

“Kan udah masuk penjara, baik-baik berdoa, ngapain lagi bikin hoaks lagi. Makin nggak waras. Udah jujur aja terima aja,” kata dia.

Menurut Noel, walaupun Hasto mempunyai hak untuk membela dirinya, tetapi ia sangat menyayangkan apabila pernyataan yang disampaikan adalah kebohongan.

“Ya dia punya hak secara hukum untuk membela diri, tapi jangan juga berbohong, ampun dah,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dosen Ilmu Politik UI Cecep Hidayat menyebut Hasto Kristiyanto pernah dua kali menolak tawaran untuk menduduki jabatan menteri di kabinet pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Adapun Cecep merupakan teman sekampus dari Hasto saat kuliah di Universitas Pertahanan (Unhan).

Hal ini disampaikan oleh Cecep saat dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku.

Mulanya, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, mempertanyakan soal apakah dirinya pernah mendengar cerita dari kliennya mengenai ditawari jabatan tinggi di pemerintahan.

“Saudara saksi, pernah tidak saudara Hasto menyampaikan ingin menjadi menteri atau ingin menjadi pejabat atau tidak dan alasannya kenapa tidak mau menjadi pejabat negara?” kata Ronny di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Jumat, 20/6.

Menjawab pertanyaan tersebut, Cecep mengklaim sempat mengetahui Hasto ditawari dua kali untuk menempati jabatan sebagai menteri di pemerintahan Jokowi. Namun, seluruh tawaran itu ditolak.

Adapun dua posisi menteri yang sempat ditolak ialah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada 2014 dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 2019.

“Pak Hasto lebih memilih untuk mengurus partai. Jadi kalau menurut hemat saya, menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya dengan menjadi pejabat negara, seperti menteri, kepala daerah, atau wakil kepala daerah,” jawab Cecep.

Ia menilai, Hasto berkontribusi besar terhadap kemenangan PDI Perjuangan dan terpilihnya presiden ketujuh Republik Indonesia. Orkestrasi kerja pemenangan disebut, kata dia, sangat bergantung pada peran Hasto sebagai Sekretaris Jenderal.

“Yang kedua justru paling butuh partai yang baik, kelembagaan yang baik agar bisa melahirkan kepala daerah, wakil kepala daerah, menteri dan seterusnya,” katanya.

Sebagai informasi, dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI PAW 2019-2024.

Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan pada dakwaan kedua ia dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.*

Laporan oleh: Puspita Candra Dewi