Menkeu Sri Mulyani Laporkan APBN Defisit Rp21 T Pada Mei 2025

“Pada posisi Mei, APBN defisit Rp21 triliun. Kalau kita lihat di Undang-Undang (UU) APBN, tahun ini menetapkan defisit Rp616,2 triliun. Jadi, Rp21 triliun masih sangat kecil, tapi kami akan terus memantau,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025 di Jakarta, Selasa, 17/6/2025.
Pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau 33,1 persen dari target APBN Rp3.005,1 triliun. Nilai tersebut bertambah senilai Rp184,8 triliun dari catatan April.
Penerimaan perpajakan terealisasi sebesar Rp806,2 triliun (32,4 persen dari target) terdiri dari penerimaan pajak Rp683,3 triliun (31,2 persen) dan kepabeanan dan cukai Rp122,9 triliun (40,7 persen).
Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terserap sebesar Rp188,7 triliun (36,7 persen).
Sementara itu, penyaluran belanja negara terakselerasi pada Mei 2025, dengan realisasi Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari target Rp3.621,3 triliun. Walaupun nilai realisasi masih jauh dari target, mempertimbangkan paruh pertama tahun hampir berlalu, tetapi nilai tersebut meningkat sekitar Rp200 triliun dari realisasi April sebesar Rp806,2 triliun.
Belanja pemerintah pusat (BPP) tersalurkan sebesar Rp694,2 triliun (25,7 persen dari target), yang disalurkan melalui belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp325,7 triliun dan belanja non-K/L Rp368,5 triliun. Sementara belanja transfer ke daerah (TKD) terealisasi sebesar Rp322 triliun (35 persen dari target).
APBN masih mencetak surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun, lebih tinggi dari surplus April sebesar Rp173,9 triliun dengan kinerja tersebut. Surplus ini menandakan kas negara cukup untuk memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.
Terkait utang, pemerintah sudah merealisasikan pembiayaan anggaran sebesar Rp324,8 triliun per Mei, setara 52,7 persen dari target Rp616,2 triliun.
Sri Mulyani menambahkan kinerja APBN sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global, termasuk geopolitik. Kondisi perang, dapat berdampak pada pendapatan negara melalui volatilitas harga komoditas.
Tetapi, dirinya menyatakan APBN akan tetap dijaga agar dapat menjalankan fungsi countercyclical.
“Defisit APBN bertujuan untuk melakukan countercyclical, sehingga ekonomi yang cenderung mengalami tekanan dan pelemahan itu bisa berbalik siklusnya dengan APBN, agar pelemahannya tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi, terutama pada masyarakat,” pungkasnya.*