Amnesty Soroti Tindak Kekerasan dalam Aksi Tolak RUU TNI

Suasana Aksi Demo Tolak RUU TNI di depan Gerbang DPR, Jakarta, Kamis, 20/3/2025. | Syahrul Baihaqi/ Forum Keadilan
Suasana Aksi Demo Tolak RUU TNI di depan Gerbang DPR, Jakarta, Kamis, 20/3/2025. | Syahrul Baihaqi/ Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Amnesty International Indonesia menyoroti tindakan kekerasan dan intimidasi yang diarahkan kepada demonstran, masyarakat sipil dan jurnalis dalam aksi penolakan terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) TNI pada Kamis, 20/3/2025.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan bahwa tindakan tersebut justru melanggar hak asasi manusia (HAM).

Bacaan Lainnya

“Teror, intimidasi dan kekerasan terhadap aktivis, jurnalis, dan mahasiswa adalah cara yang melanggar hak asasi manusia, bahkan menunjukkan penguatan praktik-praktik otoriter terhadap suara-suara kritis di ruang sipil,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Jumat, 21/3.

Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya di Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Manado, polisi memakai kekuatan berlebihan seperti penggunaan pentungan, gas air mata, meriam air serta intimidasi dan kekerasan fisik yang tidak perlu ketika menghadapi aksi protes atas pengesahan RUU TNI.

Atas hal tersebut, ia menilai bahwa ruang sipil akan berpotensi diwarnai dengan cara-cara militeristik tanpa mengindahkan kaidah hukum sipil.

Ia juga menyoroti pengiriman kepala babi kepada salah satu Host Bocor Alus Politik Tempo, Fransisca Christy Rosana pada hari yang bersamaan dengan unjuk rasa Revisi UU TNI.

“Ini adalah bukti nyata serangan terhadap pers. Padahal pers adalah pilar ke-4 demokrasi,” tambahnya.

Usman mendesak agar Polisi segera mengusut kejadian ini dan mengumumkan pelaku dan dalangnya ke publik. Apalagi, kata dia, Tempo dikenal sebagai media yang kritis terhadap isu-isu strategis.

“Teror ini jelas ingin menciptakan iklim ketakutan bagi para jurnalis dan kerja-kerja jurnalistik,” tuturnya.

Usman juga mengecam kekerasan fisik terhadap warga sipil yang melintas di sekitar lokasi aksi, serta penangkapan tak berdasar terhadap sejumlah peserta demonstrasi.

Selain itu, ia juga menyoroti tindakan kepada aktivis Koalisi Masyarakat Sipil saat menginterupsi pertemuan Panja RUU TNI di Hotel Fairmont.

“Rentetan kejadian ini menandai momen gelap dalam politik Indonesia,” kata Usman.

Menurutnya, kebebasan berekspresi yang jelas merupakan hak konstitusional warga negara, justru dihadapi dengan kekuatan berlebihan dan tindakan represif aparat.

“Negara harus menjamin kemerdekaan untuk berkumpul, berpendapat, dan kemerdekaan pers termasuk dalam mengkritisi kebijakan dan rancangan undang-undang yang dibuat oleh DPR dan pemerintah,” tegasnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait