Selain Rintangi Penyidikan, KPK Dakwa Hasto Beri Suap di Kasus Harun Masiku

Hasto Kristiyanto Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 14/3/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Hasto Kristiyanto Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 14/3/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai pemberi suap di kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku. Dalam kasus ini, JPU juga mendakwa Hasto karena telah merintangi penyidikan.

Dalam persidangan, JPU menyebut bahwa Hasto bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD57,350 atau setara Rp600juta kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan melalui eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

Bacaan Lainnya

“Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan penggantian antar waktu (PAW) caleg terpilih daerah Sumatera Selatan (Sumsel) atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat, 14/3/2025.

Adapun kasus ini bermula ketika caleg dari PDI Perjuangan asal Sumsel 1 Nazarudin Kiemes meninggal dunia dan dicoret namanya dari dari Daftar Calon Tetap (DCT).

Jaksa menyebut bahwa pada 22 Juni 2019 diadakan rapat pleno DPP PDI Perjuangan untuk membahas perolehan suara Nazarudin. Hasil rapat tersebut, Hasto memberi perintah kepada Donny (Tim Hukum PDI Perjuangan) untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).

Setelahnya, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke Rumah Aspirasi dan menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI.

“Terdakwa (Hasto) menyampaikan Harun Masiku harus dibantu menjadi anggota DPR karena sudah menjadi keputusan partai dan memerintahkan kedua orang tersebut untuk mengurus Harun Masiku di KPU agar ditetapkan sebagai anggota DPR,” kata JPU.

Jaksa juga menyebut bahwa Hasto meminta Donny agar selalu berkomunikasi dan melaporkan setiap perkembangan, mulai dari soal komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku.

Pada tanggal 8 Juli 2019, KPU menerima surat dari MA atas gugatan Uji Materiil yang dilayangkan PDI Perjuangan. Dalam putusan Nomor 57P/HUM/2019 tersebut, MA mengabulkan gugatan PDI Perjuangan dan menyatakan bahwa ‘Perolehan suara calon anggota legislatif yang meninggal dunia untuk Pemilihan Anggota DPR dan DPRD dengan perolehan suara terbanyak seharusnya menjadi kewenangan diskresi dari pimpinan partai politik untuk menentukan kader terbaik sebagai anggota legislatif yang akan menggantikan calon anggota legislatif yang meninggal dunia tersebut dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan’.

Atas putusan MA, Jaksa menyebut pada Juli 2019 kembali dilaksanakan Rapat Pleno DPP PDI Perjuangan yang menyebut bahwa Harun Masiku berhak mendapatkan pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas sejumlah 34.276 suara.

“Terdakwa selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU RI. Kemudian Terdakwa memberitahukan keputusan tersebut kepada Harun Masiku di Kantor DPP PDIP,” kata Jaksa.

Setelahnya, PDI Perjuangan lantas mengirim surat ke KPU agar meminta perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku. Namun, KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan.

Kemudian pada 31 Agustus 2019, Hasto bersama dengan Donny menemui Wahyu Setiawan di kantornya di KPU. Jaksa menyebut bahwa dalam pertemuan itu, Hasto mengajukan dua usulan, yaitu memohon penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku, kemudian memohon agar KPU mengakomodir permintaan tersebut. Namun, KPU RI tetap tidak melantik Harun, mainkan Riezky Aprilia.

Pada 27 September 2019, Hasto lantas memanggil Riezky Aprilia agar mengundurkan diri sebagai Caleg Terpilih, namun dirinya enggan memenuhi permintaan Hasto.

Kemudian pada tanggal 6 Desember 2019, DPP PDI Perjuangan mengirim surat ke KPU perihal permohonan pelaksanaan fatwa MA yang ditandatangani Ketua dan Sekjen PDI Perjuangan.

Pada 16 Desember, Hasto mengirim pesan WhatsApp kepada Saeful Bahri menyampaikan ada dana sebesar Rp 600 juta, Rp200 juta digunakan untuk uang muka penghijauan kantor DPP PDI Perjuangan dan Rp400 juta untuk diserahkan kepada Donny Tri Istiqomah melalui Kusnadi.

Ia lantas menyerahkan titipan uang Hasto yang dibungkus amplop warna coklat di dalam tas ransel hitam dan mengatakan, ‘Mas, ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional 400 juta ke Pak Saeful, yang 600 juta Harun Masiku’, katanya.

Jaksa juga mengungkapkan bahwa terdapat pertemuan antara Wahyu dan Agustiani Tio dengan Saeful Bahri untuk mengupayakan PAW Harun Masiku. Wahyu lantas mengupayakan hal tersebut kepadanya. Setelahnya, ia menyerahkan uang operasional sebesar SGD19.000 kepada Wahyu.  Kemudian Wahyu mengambil SGD15.000 dan Agustiani mengambil SGD4.000.

Pada 23 Desember 2019, Harun Masiku kembali menyampaikan uang sebesar Rp850 juta ke Kusnadi. Setelahnya, Saeful Bahri menyerahkan uang sebesar SGD38,350 atau setara Rp400 juta ke Agustiani Tio dan ia sampaikan kepada Wahyu Setiawan.

Pada 6 Januari, Wahyu bertemu Hasyim Asyari untuk melakukan pertemuan dengan utusan PDI Perjuangan, Agustiani Tio yang ingin konsultasi soal prosedur dan mekanisme PAW Harun Masiku. Sebab Riezky Aprilia telah dilantik, kata Harun, PAW Harun Masiku tidak dapat dilakukan.

Di tanggal 8 Januari 2020, Donny menyampaikan pesan kepada Terdakwa melalui pesan WhatsApp bahwa Wahyu Setiawan akan kembali mencoba membahas di rapat pleno berikutnya.

Di hari yang sama, ia meminta Agustiani agar mentransfer uang sebesar Rp50 juta ke nomor rekeningnya. Namun, sebelum mentransfer uang tersebut, Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina serta Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diamankan Petugas KPK berikut uang sejumlah SGD38.350 dari Agustiani.

Atas perbuatannya, Hasto diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait