FORUM KEADILAN – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti penurunan indeks demokrasi Indonesia yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, penilaian terhadap indeks demokrasi sangat bergantung pada indikator yang digunakan oleh lembaga penilai, termasuk lembaga internasional dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Pigai menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan indeks demokrasi adalah keberadaan aturan-aturan yang dianggap membatasi kebebasan demokrasi.
“Variabel utama yang dinilai dalam indeks demokrasi adalah regulasi yang berdampak pada kebebasan demokrasi. Ini mencakup undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, hingga keputusan peradilan,” katanya dalam konferensi pers di Kementerian HAM, Jakarta, Selasa, 11/3/2025.
Lebih lanjut, Pigai menguraikan sejumlah kebijakan yang dinilai berkontribusi terhadap penurunan demokrasi di Indonesia sejak 2015-2024. Salah satunya adalah peraturan Kapolri tentang hate speech yang dikeluarkan pada 2015-2016. Ia menilai, aturan ini secara tidak langsung menghambat kebebasan berekspresi.
Selain itu, revisi Undang-Undang MD3 yang memberikan kewenangan bagi anggota DPR untuk melaporkan warga yang mengkritik mereka juga menjadi faktor yang mengunci dinamika demokrasi.
“DPR adalah representasi rakyat dan seharusnya menjadi jembatan aspirasi. Namun, dengan adanya aturan ini, justru ada potensi pembungkaman terhadap kritik,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Pigai juga menyoroti revisi aturan dalam Kabinet Merah Putih serta maraknya penangkapan aktivis masyarakat sipil sejak 2019 sebagai faktor yang mempersempit ruang demokrasi.
Ia menegaskan bahwa selama regulasi yang membatasi demokrasi masih berlaku, maka indeks demokrasi Indonesia akan tetap mengalami penurunan, terlepas dari siapa pun pemimpin negara.
“Sehebat apa pun presidennya, sedemokratis apa pun pemimpinnya, jika regulasi yang mengekang demokrasi masih ada, maka indeks demokrasi akan terus turun,” pungkas Pigai.*
Laporan Novia Suhari