UU BUMN Digugat, Konstitusionalitas Danantara Dipersoalkan di MK

FORUM KEADILAN – Empat advokat asal Palembang menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka menguji konstitusionalitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Keempat pemohon yang terdiri dari Bahrul Ilmi Yaqup, Iwan Kurniaawan, Yuseva, dan Roselina Pertiwi Gultom mengajukan permohonan Uji Materi Pasal 3E ayat (2), (3), (4), dan (5), Pasal 1 butir 23 UU 1/2025 tentang BUMN.
Adapun pasal tersebut memuat ketentuan tentang Danantara untuk melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN.
Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi (AKK) sekaligus pemohon 1 Bahrul Ilmi Yaqup mengaku bahwa Danantara merupakan sebuah ide cemerlang dan memiliki tujuan mulia untuk membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Namun, dirinya menyayangkan bahwa badan tersebut tidak dibingkan dengan platform konstitusi yang tepat dan benar. Ia menyoroti beberapa aspek dalam Danantara, mulai dari jenis dan kedudukan lembaga, hubungan dengan pejabat publik, bentuk badan hukum, modal, wewenang, dan mekanisme pengawasan Danantara.
“Inkonstusionalitas ini potensial merugikan negara, presiden, dan rakyat. Karena itu, saya dan tim mengajukan uji konstitusionalitas terhadap Danantara agar tersedia forum yang tepat untuk membenahinya,” kata Bahrul saat dihubungi, Selasa, 4/3/2025.
Adapun permohonan ini tengah didaftarkan secara online ke MK. Ia bersama dengan timnya berencana akan memasukkan permohonan secara langsung pada esok hari, Rabu, 5/3.
Dalam permohonan, mereka mempersoalkan kontradiksi makna kata ‘Badan’ sebagaimana yang tercantum dalam pasal yang mereka gugat. Menurut para pemohon, kata ‘Badan’ yang dimaksud merupakan badan hukum privat yang dimiliki oleh negara sebagai implikasi hak menguasai negara, khususnya dalam hak negara untuk melakukan pengelolaan.
Menurut mereka, makna Badan dalam Pasal 3E ayat (2) bertentangan dengan maksud Pasal 3E ayat (1). Adapun pasal tersebut berbunyi, “Dalam melaksanakan pengelolaan BUMN, Presiden melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Badan yang dibentuk dengan UU ini”.
Padahal, kata dia, makna Badan yang tertuang dalam Pasal 3E ayat (2), (3), (4), dan (5) justru merujuk kepada Pasal 1 butir 24. Ketentuan ini mengatur perusahaan induk investasi (BUMN) yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan Aset BUMN serta tugas lain ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan.
“Oleh karena Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) merupakan badan yang melaksanakan tugas pemerintah yang bersifat publik, maka Danantara tidak memiliki modal melainkan memiliki anggaran yang bersumber dari APBN,” katanya.
Dengan begitu, kata dia, Pasal 3G dalam UU BUMN tidak boleh diberlakukan kepada Danantara selaku badan publik. Adapun pasal ini mengatur soal Modal Danantara yang bersumber dari penyertaan negara atau sumber lain.
Selain itu, penyertaan modal negara dapat berasal dari dana tunai, barang milik negara dan saham milik negara pada BUMN. Adapun modal Badan yang ditetapkan paling sedikit sebesar Rp1000 triliun dan dapat dilakukan penambahan melalui penyertaan modal negara dan/atau sumber lain.
Dalam petitumnnya, para Pemohon meminta agar Pasal 3E ayat (2), (3), (4), dan (5) UU 1/2025 tentang BUMN dinyatakan bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai bukan merupakan lembaga atau organ negara pelengkap (auxiliary state organ) yang bersifat publik.
Mereka juga meminta kepada Mahkamah agar Danantara tidak dimaknai sebagai badan yang melaksanakan tugas pemerintah yang bersifat publik yang memiliki anggaran bersumber dari APBN.*
Laporan Syahrul Baihaqi