FORUM KEADILAN – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengeluhkan dampak pemangkasan anggaran akibat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini membuat KPAI mengalami keterbatasan dalam menjalankan tugas pengawasan, pendampingan, hingga rehabilitasi anak.
Ketua KPAI Ai Maryati Soleha menegaskan bahwa pemangkasan anggaran berimbas pada berbagai tugas penting lembaga, karena Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjadi salah satu yang mengalami pemblokiran anggaran yang cukup besar.
“Karena kementerian yang kebetulan langsung terkait dengan masalah keluarga dan perlindungan anak itu juga mengalami situasi blokir anggaran yang cukup besar,” katanya dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta, Selasa, 11/2/2025.
Senada dengan hal itu, anggota Komisioner KPAI Kiwayan menilai, pemerintah seharusnya lebih selektif dalam melakukan efisiensi anggaran, terutama bagi lembaga yang memiliki peran strategis seperti KPAI.
“Melihat tugas KPAI, mestinya efisiensi terhadap KPAI tidaklah ekstrem. Seperti anggaran kegiatan itu nol persen, meski begitu kami akan tetap berusaha mencari strategi agar kegiatan tetap berjalan,” ujarnya.
Menurutnya, keterbatasan anggaran menyebabkan tugas pengawasan KPAI menjadi kurang maksimal, terutama saat terjadi kasus-kasus penting di luar daerah.
“Masa ada anak korban dibunuh hanya sekedar Zoom, kan itu bahaya,” tegasnya.
Sementara itu, Komisioner KPAI lainnya, Diah Puspitarini mengungkapkan bahwa pemantauan kasus penyiksaan anak di Nias Selatan menjadi salah satu contoh kasus yang pengawasannya sangat terbatas karena hanya bisa dilakukan melalui aplikasi Zoom.
“Dalam pengawasan langsung, kami bisa melihat kondisi anak, lingkungan, keseharian, hingga keluarganya. Tapi kemarin kami hanya bisa meminta foto kondisi anak dan sekitarnya. Itu jelas berbeda jika bertemu langsung,” pungkasnya. *
Laporan Novia Suhari