MUI: Orang Kaya Tidak Berhak Gunakan BBM dan Gas Bersubsidi

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menjelaskan larangan ini dikarenakan orang kaya menggunakan barang yang telah diperuntukkan bagi kelompok tertentu.
“Orang kaya tidak berhak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan gas bersubsidi,” ujar Miftah berdasarkan keterangan resmi.
Miftah mengatakan pemerintah telah mengatur distribusi BBM bersubdisi untuk kelompok tertentu, yakni transportasi umum dan para nelayan.
Di sisi lain, pertalite untuk masyarakat menegah ke bawah.
Miftah kembali mengingatkan bahwa gas LPG 3 Kg yang disubsidi oleh pemerintah hanya untuk rumah tangga miskin, usaha mikro, nelayan, dan petani miskin.
”Semua itu sudah diatur distribusinya dan termasuk sanksi serta hukuman atas orang yang menyalahgunakan. Adapun dalam hukum Islam, penggunaan BBM dan gas bersubsidi oleh orang kaya yang tidak berhak adalah haram,” jelas Miftah.
Berikut poin pertimbangan MUI mengenai larangan tersebut:
1. Melanggar prinsip keadilan
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 90.
“Orang kaya yang mengambil hak orang miskin dalam subsidi berarti melanggar prinsip keadilan,” jelas Miftah.
Kiai Miftah menjelaskan, subsidi adalah amanah dari pemerintah untuk rakyat yang membutuhkan. Menggunakannya tanpa hak dapat dianggap sebagai penyelewengan (khianat).
Menurut dia, Allah SWT telah memperingatkan dalam surat Al Baqarah ayat 188:
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
“Orang kaya yang menggunakan subsidi berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya, yang dalam Islam tergolong perbuatan zalim,” ucap Miftah.
2. Dapat dikenakan hukum ghasab (mengambil hak orang lain secara paksa)
Dalam fikih Islam, menurut Miftah, ghasab adalah mengambil atau memakai sesuatu yang bukan haknya tanpa izin.
“Orang kaya yang memakai subsidi merampas hak fakir miskin, sehingga perbuatannya termasuk dosa besar,” jelas dia.*