Kritik Tatib DPR, Bambang Rukminto: Mencopot Kapolri dan Panglima TNI Hak Prerogatif Presiden

Pengamat Kepolisian ISESS Bambang Rukminto. | Forum Keadilan
Pengamat Kepolisian ISESS Bambang Rukminto. | Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritik revisi Tata Tertib (Tatib) DPR yang dapat mencopot Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dan pejabat negara lain yang telah melalui rangkaian uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

Menurutnya, tata tertib hanya melekat pada internal DPR saja. Sementara, kewenangan dewan yang tertuang dalam Undang-Undang, kata dia, hanya menyetujui atau tidak menyetujui usulan Presiden soal Kapolri dan Panglima TNI.

Bacaan Lainnya

“Membuat Tatib yang berisi sesuatu yang jelas melanggar UU, selain mengarah pada abuse of power juga kekonyolan, seolah DPR tidak mengetahui batasan-bataaan kewenangannya,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Kamis, 6/2/2025.

Oleh karena itu, Bambang menegaskan bahwa DPR tidak memiliki kewenangan untuk mencopot Kapolri, Panglima TNI, ataupun pejabat negara lain yang telah melalui fit and proper test di DPR.

“Jadi soal mencopot atau mengganti Kapolri atau Panglima TNI tetap hak prerogatif Presiden,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kewenangan DPR hanya sebatas melakukan pengawasan pada kebijakan yang diambil oleh Kapolri atau Panglima TNI.

“Jadi kalau Kapolri atau Panglima TNI melakukan kesalahan kebijakan atau tidak memiliki kinerja yang diharapkan, DPR bisa mempertanyakan itu kepada yang bersangkutan,” tambahnya.

Menurutnya, apabila DPR ingin melakukan pengawasan yang tegas ke Polri, maka parlemen dapat melakukan audit kinerja, keuangan dan operasional pada institusi tersebut.

Sebelumnya, DPR merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Hal ini membuat kewenangan DPR bertambah yang dapat mengevaluasi pejabat negara yang telah melalui rangkaian fit and proper test.

Apabila dalam evaluasi tersebut ditemukan pejabat negara yang dianggap tidak bekerja secara optimal, maka DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian terhadap pejabat negara tersebut.

Adapun beberapa pejabat negara yang dapat dievaluasi DPR ialah Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), Kapolri, Panglima TNI, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait