Selasa, 05 Agustus 2025
Menu

Yasonna Laoly Ngaku Ditanya soal Diskresi Partai dan Fatwa Mahkamah Agung

Redaksi
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 18/12/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 18/12/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengaku dicecar Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal permintaan fatwa yang diajukannya ke Mahkamah Agung (MA).

Fatwa tersebut berkaitan dengan keputusan MA Nomor 57 Tahun 2019. Diketahui, salah satu pertimbangan hukum putusan MA menyatakan, “Penetapan Suara Calon Legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada Pimpinan Partai Politik untuk diberikan kepada Calon Legislatif yang dinilai terbaik”.

Yasonna menyebut bahwa permintaan fatwa ke MA itu terkait posisi pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Dirinya menjelaskan, ada perbedaan sudut pandang antara KPU dengan DPP PDI Perjuangan (PDIP), sebab pengajuan itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP.

“Kami minta fatwa, karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal,” katanya saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 18/12/2024.

Yasonna mengungkap, ketika masih menjadi Ketua DPP PDIP, dirinya mengirimkan surat permintaan fatwa ke MA. Kemudian, MA membalas permintaan tersebut.

“Sesuai dengan pertimbangan hukum, supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih,” lanjutnya.

Selain menjelaskan kepada Penyidik KPK soal fatwa MA, Yasonna juga mengklarifikasi perlintasan Harun Masiku ketika masih menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM.

Yasonna diperiksa selama hampir tujuh jam, setelah sebelumnya absen pada jadwal pemeriksaan KPK Jumat, 13/12. Ia menjelaskan, pemeriksaannya fokus pada dua materi utama terkait kasus suap Harun Masiku.

Sebelumnya, data mengenai kepulangan Harun baru diumumkan oleh Ronny Sompie pada 22 Januari 2020, setelah media mengungkap rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.

Harun dilaporkan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020, tetapi jejaknya hilang saat KPK melancarkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

Ronny menyebut, keterlambatan informasi itu terjadi karena gangguan sistem data perlintasan. Akibatnya, operasi KPK untuk menangkap Harun gagal dan Ronny dicopot jabatannya dari Dirjen Imigrasi kala itu.

Pemanggilan Yasonna oleh KPK dilakukan setelah ditemukannya bukti baru yang mengaitkannya dengan kasus Harun Masiku.

Barang pribadi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berupa ponsel dan buku catatan sebelumnya disita penyidik KPK. Gugatan PDIP untuk membatalkan penyitaan itu ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.*

Laporan Merinda Faradianti