FORUM KEADILAN – Upaya untuk memakzulkan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol akibat kebijakannya memberlakukan darurat militer, gagal dilakukan. Meski demikian, kelompok oposisi yang mengajukan proses tersebut, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah dan mulai menyusun strategi untuk mengajukan pemakzulan kedua.
Meskipun banyak harapan dari pihak oposisi, tapi parlemen Korsel gagal meloloskan draf pemakzulan Yoon yang digelar Majelis Nasional pada Sabtu malam 7/12/2024 karena kalah suara. Kegagalan pemakzulan tersebut itu terjadi karena adanya aksi boikot suara menolak pemakzulan dari partai berkuasa yaitu Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP).
Sebelumnya, Partai Demokrat, sebagai oposisi utama beserta partai kecil lainnya, hanya menguasai 192 kursi.
“Jumlah anggota yang memberikan suara tidak mencapai mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan”, Kata ketua Majelis Nasional, Woo Won Shik, dikutip dari AFP.
Woo menambahkan bahwa hal itu mengakibatkan pemakzulan tersebut dianggap tidak sah. PPP kemungkinan menerapkan strategi boikot untuk menghindari adanya anggota yang membelot, mengingat pemungutan suara untuk pemakzulan dilakukan secara anonim.
Sementara itu, Dari 108 anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara. Hanya Ahn Cheol-soo, pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada 2012, 2017 dan 2022, yang tetap berada di kursinya.
Namun, beberapa saat kemudian, anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) Kim Ye-ji memutuskan kembali ke dalam persidangan untuk memberikan suara pada usulan pemakzulan. Tak lama setelah itu, seorang anggota parlemen PPP lainnya juga kembali ke ruang sidang, sehingga total ada tiga anggota PPP yang hadir. Kehadiran mereka disambut dengan tepuk tangan dari anggota parlemen oposisi. Namun, untuk mencapai 200 suara, oposisi memerlukan dukungan dari delapan anggota PPP.
PPP yang berkuasa telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung pemungutan suara untuk pemakzulan. Meski begitu, Ketua PPP, Dong-Hoon, Jumat lalu 6/12/2024, tetap menyerukan agar Yoon diberhentikan karena akan menimbulkan “bahaya besar” bagi demokrasi jika ia tetap berkuasa.
Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, pihak oposisi memerlukan dukungan dari delapan anggota PPP untuk mencapai 200 suara atau 200 anggota dari total 300 anggota parlemen agar mosi pemakzulan Presiden Yoon dapat diloloskan.
Pemimpin oposisi, Lee Jae Myung dari Partai Demokrat, berjanji tak menyerah dan terus mendorong pemakzulan kedua secepatnya pada Rabu 11/12/2024.
Meskipun Yoon telah meminta maaf dan upaya pemakzulan gagal, kemarahan publik tampaknya akan terus meningkat. Tak hanya masyarakat umum, tekanan juga datang dari kalangan industri Korea.
Pada Minggu 8/12/2024, lebih dari 3.000 pelaku industri film Korea Selatan, melalui Asosiasi untuk Krisis dan Pemulihan Industri Film, mengajukan petisi yang mendesak pemakzulan Yoon.
Petisi tersebut dibuka 30 jam sejak Kamis 5/12/2024 hingga Jumat 6/12/2024, dan berhasil mengumpulkan 3.007 tanda tangan dari 81 organisasi. Di antara pendukungnya terdapat sutradara ternama Korea Selatan, Bong Joon Ho dan Park Chan Wook. Selain itu, total 239 aktor turut berpartisipasi dalam petisi ini, bersama dengan sutradara lainnya, mahasiswa, kritikus, agen pemasaran, produser, staf film, dan penonton teater.
Dalam petisi tersebut mengecam langkah ekstrem yang diambil oleh Yoon, termasuk deklarasi darurat militer yang dianggap mencengangkan dan di luar akal sehat.
“Deklarasi darurat militer pada hari Selasa adalah sesuatu yang berada di luar akal sehat,” bunyi petisi itu.
Petisi yang dilakukan oleh Asosiasi untuk Krisis dan Pemulihan Industri Film mengungkapkan kritik tajam terhadap Presiden Yoon.
“Bahkan ketika menerapkan imajinasi pembuatan film, hal ini masih akan dianggap sebagai delusi dan tetap saja terjadi dalam realitas kita,” bunyi petisi Asosiasi untuk Krisis dan Pemulihan Industri Film.
Petisi ini mencerminkan kekecewaan mendalam dari berbagai kalangan dalam industri film Korea Selatan terhadap Yoon. Sejumlah pihak bahkan menyatakan ketidakpercayaan total, seperti yang terlihat dari pernyataan.
“Bagi orang Korea di industri film, Yoon Suk Yeol bukan lagi presiden Korea, tetapi hanya seorang penjahat.” lanjut bunyi petisi Asosiasi.*
Laporan Zahra Ainaiya