Selasa, 24 Juni 2025
Menu

Muktamar IV ABI: Kuatkan Budaya untuk Keumatan dan Kebangsaan

Redaksi
Muktamar ke-IV Ormas Ahlulbait Indonesia (ABI) di Hotel Arqadia Mangga Dua, Jakarta Pusat, pada 6 hingga 8 Desember 2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Muktamar ke-IV Ormas Ahlulbait Indonesia (ABI) di Hotel Arqadia Mangga Dua, Jakarta Pusat, pada 6 hingga 8 Desember 2024 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI) menggelar Musyawarah Tertinggi (MUSTI) dan Muktamar ke-IV di Hotel Arqadia Mangga Dua, Jakarta Pusat, 6 hingga 8 Desember 2024.

Kegiatan ini mengusung tema ‘Organisasi Berbudaya dan Berkearifan untuk Khidmat Keumatan dan Kebangsaan’.

Ketua Umum ABI Habib Zahir Yahya, dalam pidato pembukaan, menekankan bahwa ormas keagamaan di Indonesia, khususnya Islam, merupakan entitas terbesar dengan pengikut yang mencapai puluhan juta.

Namun, kata Zahir, untuk berperan aktif dalam membangun peradaban, ormas keagamaan harus menjadi gerakan berbasis budaya dan agama yang konsisten.

“Landasan sebuah peradaban adalah budaya, bukan yang lain. Karena itu, ormas Islam harus menjadikan pembangunan budaya sebagai prioritas utama,” tegas Zahir di lokasi, Sabtu.

Zahir juga menggarisbawahi bahwa pembangunan budaya harus dilakukan dengan strategi matang agar ekspresi budaya ormas tidak menjadi sasaran stigma atau diskriminasi.

Zahir mengajak ABI untuk segera mengidentifikasi budaya yang berakar pada nilai-nilai keyakinan Ahlulbait, mensosialisasikannya dengan prinsip kearifan lokal, dan memperkuat kerja sama dengan organisasi lain untuk melestarikan budaya tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti BRIN Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, MA, mengupas peran budaya dalam membentuk identitas dan keberlanjutan ormas.

Najib membandingkan ormas-ormas besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ABI, dan IJABI. Menurutnya, meski terdapat perbedaan, semua ormas ini memiliki irisan budaya yang memperkuat keberlanjutan mereka.

“Ilmu pengetahuan adalah budaya. Dalam tradisi Syiah, sains dan inovasi menjadi bagian kuat dari identitas budaya yang bisa diterima luas di masyarakat tanpa kontroversi berlebihan,” jelas Najib.

Sementara itu, anggota Dewan Syura ABI Ustaz Musa Kazim, MA, menyoroti peran positif komunitas Syiah di Indonesia.

“Kecintaan kepada Ahlulbait menjadi penggerak utama budaya Syiah. Manifestasinya terlihat dalam tradisi wirid, tawasul, dan kontribusi nyata dalam kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.

Ustaz Musa juga menegaskan bahwa ABI telah membuktikan kemampuannya hidup berdampingan dengan berbagai golongan keagamaan di Indonesia, baik Sunni, Syiah, maupun Muhammadiyah.*

Laporan Muhammad Reza