FORUM KEADILAN – Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005 – 2010 Said Didu mempertanyakan mengapa BUMN yang dimiliki Indonesia tidak maju seperti di negara-negara lainnya.
Awalnya, Said Didu mengungkapkan bahwa sebenarnya, di dunia ini memang tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa koperasi lebih bagus daripada perseroan terbatas, ataupun perseroan terbatas lebih bagus daripada BUMN dan lain sebagainya.
“Kita lihat Rusia, Cina yang BUMN. Singapura yang kapitalis tapi BUMN. Malaysia yang kapitalis BUMN, jauh lebih maju dari pada negara lain,” ujar Said Didu dalam Podcast Hanya Disini (PHD) 4K di Forum Keadilan TV, dikutip Selasa, 26/11/2024.
Said Didu pun menyebut, negara-negara Eropa seperti salah satunya Jerman yang merupakan sosialis, serta Amerika yang kapitalis, koperasinya juga maju daripada negara lain.
Ia kemudian menyimpulkan bahwa majunya ekonomi atau suatu perusahaan bukan karena bentuk perusahaan atau bentuk negaranya, tetapi karena profesionalismenya.
“Saya bisa mengambil kesimpulan, majunya ekonomi atau perusahaan bukan karena bentuk, karena profesionalisme. Nah, negara yang karena dikelola profesional BUMN maju kok. Negara yang koperasi sosialis maju kok. Nah, sekarang kita ke Indonesia, kenapa BUMN gak maju?” tutur Said Didu.
Said Didu menjelaskan, alasan BUMN di Indonesia tidak maju karena sikap profesionalisme dibuang dan dijadikan sebagai alat politik. Oleh karena itu, kunci utama memperbaiki BUMN menurut Said Didu adalah dengan menutup pintu kemungkinan datangnya intervensi dan non profesional untuk masuk ke badan tersebut.
Ia kemudian membeberkan pihak-pihak mana saja yang termasuk dalam non profesional seharusnya tidak boleh masuk ke BUMN.
“Yang non profesional itu politik, birokrasi, hukum dan lain-lain. Itu yang harus ditutup,” beber Said Didu.
Ia pun mengharapkan agar Presiden Prabowo Subianto dapat mewujudkan apa yang sudah ada di bayangannya terkait sosok menempati posisi Direktur Utama (Dirut) super holding BUMN. Menurut Said Didu, sosok yang seharusnya berada di posisi tersebut adalah Panglima TNI. Ia menilai, posisi Dirut super holding BUMN haruslah berada langsung di bawah presiden dan tidak bisa diintervensi oleh siapa pun.
PARPOL AKOMODIR KADER JADI KOMISARIS BUMN
Host PHD 4K Poempida Hidayatulloh kemudian bercerita tentang dirinya yang pernah menjadi bagian dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Ia membeberkan bahwa kala itu, beberapa pihak di Partai Golkar ingin menjadi komisaris di BUMN.
Namun, Jusuf Kalla (JK) yang saat itu menjadi Ketua Umum Golkar membuat kebijakan yang melarang para kadernya masuk ke BUMN sebagai komisaris.
“Jamannya mas Said Didu di Sesmen, saya inget sekali. Saya waktu itu juga jadi pengurus Golkar, di DPP Golkar. Nah itukan kita, temen-temen pada pengen jadi komisaris. Kemudian ada kebijakan langsung juga dari pak JK, ada arahan tidak boleh kita-kita masuk sebagai komisaris,” beber Poempida.
Poempida dan para kader Golkar lainnya mengaku sempat merasa kecewa dengan adanya larangan tersebut. Namun, ia memandang bahwa kebijakan yang dibuat oleh JK tersebut bagus dan baik untuk dilakukan.
Saat ini, Poempida merasa bahwa apa yang dilakukan di banyak partai politik (parpol) justru kebalikan dari apa yang saat itu JK lakukan di Partai Golkar.
“Sekarang justru terbalik nih mas. Justru kayanya memang dibuka di dalam konteks untuk mengakomodasi basis-basis, maksudnya orang-orang yang tidak mendapatkan jabatan. Begitu. Nah itu sejak saya perhatikan ya sejak periode kemarin ya tentunya,” kata Poempida.
Said Didu kemudian menerangkan bahwa aturan terkait pengurus parpol yang dilarang menjadi pimpinan di BUMN, sebenarnya masih ada di undang-undang. Tapi menurutnya, saat ini para pengurus parpol sudah begitu mahir mengakali undang-undang yang ada untuk bisa menjadi pimpinan di BUMN.
“Tapi begini, orang politik kan pinter. Pura-pura mundur atau yang dianggap pengurus hanya ini, disimpan di dewan pakar, dianggap bukan pengurus karena bunyinya pengurus. Itu yang dianggap pengurus, yang dianggap boleh,” sindirnya.
BUMN JADI TEMPAT PENAMPUNGAN CALEG GAGAL
Di sisi lain, Said Didu juga membeberkan tentang hal yang lebih parah terjadi di BUMN. Menurutnya, BUMN saat ini justru dijadikan sebagai tempat penampungan bagi para calon legislatif (caleg) yang gagal.
“Itu, kita lihatlah. Komut (Komisaris Utama) Pertamina, caleg gagal kan? Jadi hampir semua caleg gagal itu dicarikan tempat di BUMN. Gimana kita mau mengharap BUMN? Nah kalo menempatkan orang-orang begitu,” pungkas dia.
Said Didu memandang, hal-hal seperti ini akan sulit terjadi jika posisi Dirut BUMN dipegang oleh jenderal TNI.
Ia lalu bercerita, saat menjadi Sekretaris BUMN, ada seorang mantan Kapolri menjabat sebagai Komut Pertamina bernama Jenderal Pol (Purn) Sutanto yang kala itu ingin menjadi tim sukses Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saat itu, Said Didu langsung memanggil Sutanto dan menyiapkan dua surat pengunduran diri. Ia meminta Sutanto untuk memilih apakah ingin mundur sebagai Komisaris Pertamina atau mundur sebagai Tim Sukses SBY.
“Nah kita harus begitu. Inget dulu Raden Pardede, dia memilih mundur sebagai komisaris. Andi Arief memilih mundur sebagai tim sukses. Nah itu pemimpin seperti itu yang dibutuhkan,” jelas dia.
Untuk diketahui, Raden Pardede pernah menjadi Komut PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang dilantik pada November 2008. Kemudian pada Juni 2009, ia mengundurkan diri dari jabatannya karena menjadi salah satu Tim Sukses Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 SBY-Boediono.
Sementara itu, Politikus Demokrat Andi Arief juga pernah menjadi Komisaris Independen PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) yang dilantik pada Juli 2024 lalu. Pada saat yang bersamaan, ia juga menjadi Ketua Badan Pemenangann Pemilu (Bappilu) Demokrat. Usai menjadi Komisaris Independen PT PLN (Persero) Andi Arief akhirnya mengundurkan diri dari posisi Ketua Bappilu Demokrat.
SAID DIDU BUANG 982 CV
Kemudian, Said Didu kembali bercerita tentang dirinya yang pernah membuang sebanyak 982 CV untuk menempati posisi komisaris di BUMN. Kata dia, 982 CV tersebut berasal dari tim relawan partai.
Usai membuang 982 CV tersebut, Said Didu dipanggil ke Istana di Medan Merdeka Utara oleh JK. Di sana ia ditanya bagaimana kelanjutan dari CV-CV tersebut.
“Nah terus dua minggu kemudian saya dipanggil ke Istana. ‘Id gimana CV-CV itu?’ ‘Gue udah buang semua ke tong sampah’ saya bilang,” ujar Said Didu.
Said Didu menegaskan, semua CV tersebut berisi sampah karena mereka kebanyakan adalah caleg gagal. JK kemudian bilang, semua orang yang telah mengirim CV tersebut mengeluh karena semua nama mereka dicoret oleh Said Didu.
Namun, Said Didu kembali menegaskan, jika BUMN ingin dijadikan sebagai tempat sampah, maka dirinyalah yang akan keluar dari sana.
“Bukan dicoretin pak. Kecuali bapak memang mau menjadikan BUMN tempat buang tong sampah, maka Said Didu yang keluar, karena aku bukan sampah,” tegas Said Didu.*