FORUM KEADILAN – Pengamat Politik Universitas Nasional (UNAS), Selamat Ginting menilai terkait Pilkada 2024 yang diselenggarakan pada 27 November mendatang bahwa pemilih Jakarta merupakan pemilih rasional yang dapat memberikan “hukuman” terhadap pemimpin siapapun jika janji-janji kampanye yang digaungkan tidak dapat terlaksana.
“Jadi merah juga pernah menang ya PDIP. Jadi, orang Jakarta itu bisa menghukum siapapun yang menang ketika janji-janjinya tidak mampu direalisasikan, contohnya kekecewaan terhadap Jokowi dan Ahok dilampiaskan dengan mendukung Anies Baswedan dalam Pilkada 2017,” ujar Selamat Ginting di Podcast Dialektika Madilog Forum di Forum Keadilan TV, pada Selasa, 26/11/2024.
“Anies dianggap kelompok rasional, priyayi rasional dan juga seperti Prabowo, nah ini yang kemudian ditarik oleh kelompok PDIP didekatkan. Walaupun kita tahu Anies tidak hadir di dalam kampanye-kampanye terakhir, cuman secara implisit dan eksplisit. Menurut saya, dia sudah menyatu dengan Pramono dan Rano Karno ketimbang Ridwan Kamil dan Suswono begitu.” jelasnya.
Menurutnya, pendukung Anies atau yang lebih sering dikenal sebagai anak abah merasa dizalimi oleh aturan main rezim.
“Tadinya itu kalau tidak ada perubahan MK, maka yang akan maju adalah Ridwan Kamil dan Dharma Pongrekun, yang dianggap ini adalah pemilihan pemilu sandiwara begitu ya. Maka dengan diubahnya MK memungkinkan PDIP untuk maju, jadi merasa bahwa tadinya PDIP juga nyaris tidak punya kesempatan untuk maju,” katanya.
Ketika PKS tidak ingin mengubah keputusannya, Selamat Ginting menyebut bahwa anak abah menghukum PKS dengan tidak memberikan dukungan kepada koalisi mereka.
“Di sisi lain kan ada dilema mendukung sana, mendukung PDIP ada sisa-sisa residu pilkada 2017,” tuturnya.
“Tapi orang juga lupa bahwa hubungan Anies dengan Pramono itu sangat dekat bung, Pramono adalah orang moderat yang bisa diterima Jokowi, bisa diterima Prabowo, bisa diterima Anies Baswedan dan bisa diterima oleh Megawati. Jadi, menurut saya memang yang menarik adalah Prabowo tidak melakukan kampanye dalam pengertian pilihlah RK ya, tidak seperti pilihlah Luthfi, Jendral Luthfi di Jawa Tengah,” imbuhnya.
“Ini menandakan bahwa Prabowo tidak masalah, menurut saya ya, bisa salah bisa benar, kalaupun Pramono menang misalnya. Kan Kans Pramono untuk menang dengan Ridwan Kamil, ini kan fifty-fifty margin error, margin of error nya sekitar 34%. Jadi, masih sangat mungkin Ridwan Kamil menang, masih sangat mungkin Pram menang. Nah disini menurut saya, Prabowo berkepentingan terhadap dua orang ini bung,” tambahnya.
Sebagai Presiden, kata Ginting, Jakarta yang belum diubah masih memiliki simbol miniatur Indonesia yang tetap dianggap sebagai Ibukota Negara. Presiden harus dapat bekerja sama dengan Gubernur Jakarta.
“Makanya, Prabowo menurut saya tidak eksplisit mendukung Luthfi, Jadi ada kepentingan gitu,” pungkasnya.*