Selasa, 09 September 2025
Menu

MK Tegaskan Pilkada Diulang 1 Tahun Jika Kotak Kosong Menang

Redaksi
Sidang Putusan Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 14/11/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang Putusan Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 14/11/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah diulang dalam waktu satu tahun apabila kotak kosong mengalahkan pasangan calon kepala daerah dalam pilkada.

Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta, Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya. Mereka menguji konstitusionalitas norma Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota berkaitan soal kemenangan kotak kosong pada pilkada calon tunggal.

“Menurut Mahkamah, pemaknaan frasa ‘pemilihan berikutnya’ dan ‘tahun berikutnya’ dalam norma Pasal 54D ayat (3) UU 10/2016 menjadi ‘pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak pemungutan suara 27 November 2024’,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 14/11/2024.

Mahkamah lantas menyindir Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara yang seharusnya berupaya melaksanakan pemilihan berikutnya dalam waktu secepat mungkin.

Hal tersebut, menurut Mahkamah, agar kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari hasil pemilihan berikutnya tidak banyak kehilangan haknya untuk menjabat dalam periode masa jabatan sejak pelantikan.

Di sisi lain, MK juga menggarisbawahi kekhawatiran terkait pengurangan masa jabatan kepala daerah terpilih dari pilkada ulang. Namun, Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi logis atas adanya pemilihan ulang setelah kotak kosong menang.

“Perlu diterima fakta bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih karena keharusan dilakukan pilkada ulang, termasuk konsekuensi dari hasil penyelesaian sengketa di Mahkamah, harus menerima masa jabatan kurang dari lima tahun,” kata Saldi.

Untuk itu, Mahkamah menyatakan agar negara perlu memikirkan perlindungan hukum bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya tidak terpenuhi sampai dengan lima tahun.

“Misalnya, perlindungan hukum dapat dilakukan dengan pemberian kompensasi sebagaimana diatur dalam Pasal 202 UU 8/2015, atau dapat dirumuskan kompensasi dalam bentuk lain,” terang Saldi.

Sebagai informasi, dalam permohonan yang sama Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Pemohon untuk mengubah ketentuan desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal menjadi model plebisit dan mulai berlaku pada Pilkada 2029.*

Laporan Syahrul Baihaqi