Jumat, 18 Juli 2025
Menu

KPK Sita 44 Aset Senilai Rp200 Miliar dalam Korupsi Fasilitas Kredit LPEI

Redaksi
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap 44 aset yang terdiri dari tanah dan bangunan dengan taksiran mencapai Rp200 miliar dalam korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tanah dan bangunan itu merupakan aset yang tidak diagunkan.

“Penyitaan Ini tidak termasuk dengan asset kendaraan dan barang lainnya yang sedang dinilai oleh Tim KPK,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 7/11/2024.

Sementara itu, untuk aset yang berstatus diagunkan, saat ini sedang dipelajari lebih lanjut oleh Tim Penyidik KPK. Total kerugian negara pada perkara ini ditaksir mencapai Rp1 triliun.

Tessa menyebut, dalam perkara korupsi di LPEI ini, pihaknya telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.

“Fasilitas kredit yang diberikan, bersumber dari APBN,” lanjutnya.

Tak hanya itu, Penyidik KPK menemukan modus ‘tambal sulam’ dalam hal peminjaman dan pembayaran kredit pembiayaan di LPEI.

Di mana, pinjaman berikutnya untuk menutup pinjaman sebelumnya. Selain itu, diduga bahwa tersangka dari pihak debitur telah mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya.

“Penyidik masih terus melakukan penelusuran aset milik para tersangka guna memulihkan nilai kerugian negara akibat dari perkara tersebut,” ungkap Tessa.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan perkara itu kepada KPK. Kejagung mengatakan pelimpahan korupsi LPEI sebagai bukti sinergi Kejagung dengan KPK agar pengusutan perkara lebih efisien.

Perkara tersebut telah diusut Kejagung sejak 2021, ketika sudah ada para tersangka yang telah diputus. Kemudian, pada 18 Maret, ada laporan dari Kemenkeu dengan menyebut empat perusahaan.*

Laporan Merinda Faradianti