FORUM KEADILAN – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyatakan bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memiliki hak untuk berpihak atau mendukung pihak tertentu dalam kontestasi politik, mengingat statusnya kini sebagai warga negara biasa.
Bagja menegaskan bahwa aturan larangan berpihak hanya berlaku saat seorang pemimpin menjabat, bukan setelah masa jabatan berakhir.
“Pak Jokowi sekarang sudah bukan presiden lagi, maka statusnya sebagai warga negara biasa. Apakah boleh berpihak? Ya boleh berpihak. Kalau beliau masih menjabat sebagai presiden, tentu harus cuti dan tunduk pada ketentuan lainnya,” ujar Bagja di Jakarta, Selasa, 29/10/2024.
Bagja juga menegaskan bahwa peraturan tersebut tidak mengikat pada pribadi seseorang, tetapi pada jabatannya. Oleh karena itu, mantan presiden memiliki hak politik yang sama seperti warga negara lainnya setelah masa jabatannya usai.
Bagja mencontohkan bahwa dalam sejarah politik Indonesia, tokoh-tokoh lain, seperti Presiden ke-5 dan ke-6 RI, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga pernah terlibat dalam kegiatan politik untuk mendukung pasangan tertentu.
“Bu Mega dan Pak SBY juga pernah berkampanye untuk pasangan tertentu setelah tidak menjabat, dan itu boleh saja. Namun, soal etika, masyarakat yang berhak menilai,” jelas Bagja.
Meskipun begitu, Bagja menegaskan bahwa Bawaslu tidak terlibat dalam menilai aspek etika, tetapi lebih fokus pada pengawasan pelanggaran hukum.
“Bawaslu tidak mengurus aspek etika, itu biar lah menjadi penilaian masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendorong agar Jokowi menjadi juru kampanye pada Pilkada 2024. Presiden ke-7 RI tersebut diminta agar memenangkan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah.*
Laporan Syahrul Baihaqi