FORUM KEADILAN – Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jambi mengungkap jaringan mafia narkoba yang telah lama beroperasi di wilayah Provinsi Jambi. Sebanyak tujuh orang tersangka diamankan, termasuk dua saudara kandung yang diduga sebagai otak dari sindikat tersebut.
“Peredaran narkoba di Provinsi Jambi belakangan ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Ditengarai karena adanya kejahatan terorganisir yang diduga dikendalikan oleh saudara kandung,” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Arie Ardian Rishadi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 16/10/2024.
Kedua saudara kandung yang menjadi dalang sindikat itu berinisial DS alias T dan TM alias AK. Menurut Arie, keduanya bersama tersangka lain berinisial HDK, diduga telah menjalankan bisnis haram ini dalam waktu yang cukup lama. Sehingga pihaknya sempat kesulitan membongkar sindikat mereka.
“Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini dapat berlangsung lama adalah cara kerja mereka yang kompleks serta terorganisir dengan baik,” tambah Kombes Arie.
Kronologi Penangkapan
Penyidikan dimulai dari penangkapan tersangka berinisial AY pada 22 Maret 2024 di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, terkait kepemilikan narkotika jenis sabu. Setelah pemeriksaan, AY mengaku mendapatkan sabu tersebut dari tersangka berinisial AA.
Kemudian pada 28 Juli 2024, petugas menangkap AA di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, dengan barang bukti sabu seberat 4 gram. Hasil dari pemeriksaan, yang bersangkutan memperoleh barang haram tersebut dari dua tersangka lain, HDK dan DD, dengan total barang bukti sebanyak 4 kilogram sabu.
Selanjutnya pada 9 Oktober 2024, sekitar pukul 21.00 WIB, tim gabungan menangkap tersangka DD bersama istrinya di sebuah hotel di Jakarta. Penangkapan dilanjutkan dengan penangkapan HDK di kediamannya di Jakarta pada 10 Oktober 2024, sekitar pukul 02.30 WIB.
Selain itu, lanjut Arie, tim juga melakukan penangkapan terhadap tiga tersangka lainnya di Jambi, yakni DS alias T, TM alias AK, dan MA. DS dan TM diketahui merupakan saudara kandung dari HDK. Lalu berdasarkan hasil pemeriksaan, keduanya mengendalikan tujuh lapak penjualan sabu di Jambi, yang setiap minggunya mampu mengedarkan 500 hingga 1.000 gram sabu.
“Modus operandi yang digunakan adalah melalui penjualan narkotika di lapak-lapak mereka. Jaringan ini juga dikatakan mengendalikan sejumlah lapak narkoba atau dikenal dengan sebutan “base camp” di sekitar wilayah Jambi,” beber Arie.
Adapun keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan sabu ini diperkirakan mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar setiap minggunya. Sebanyak 70 persen keuntungan diserahkan secara tunai kepada HDK sebagai pemilik sabu.
Menurut Arie, tersangka tidak hanya menjual narkotika jenis sabu, tersangka HDK juga melakukan pencucian uang. Dari hasil perdagangannya narkoba, tersangka membuka usaha minuman keras ilegal, toko pakaian, asesoris ponsel dan tempat fitness.
“Karena itu para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat terkait tindak pidana narkotika dan pencucian uang,” tegas Arie.
Akibat perbuatannya, Arie diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun, sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.*
Laporan Reynaldi Adi Surya