Komisi Yudisial Dorong RUU Jabatan Hakim untuk Tingkatkan Kesejahteraan

Siti mengungkapkan bahwa RUU tersebut bertujuan untuk memperjelas status hakim sebagai pejabat negara.
“Bersama pimpinan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi III DPR, yang saat itu dipimpin oleh Pak Aziz Syamsudin. Semua pihak menyambut baik hasil tersebut,” kata Siti saat audiensi bersama dengan Solidaritas Hakim Indonesia di Gedung KY, Jakarta Pusat, Rabu, 9/10/2024.
Siti juga mengungkapkan bahwa Ketua MA saat itu, Hatta Ali, segera mengirimkan RUU tersebut ke Badan Legislasi (Baleg) DPR. Namun, meskipun proses tersebut sudah dimulai, hingga kini RUU Jabatan Hakim belum menunjukkan perkembangan berarti.
Ia menduga tersendatnya pembahasan tersebut karena ada beberapa pihak yang tidak setuju, salah satunya pimpinan MA.
“Salah satu masalahnya adalah terkait usia pensiun hakim agung yang di RUU tersebut diusulkan menjadi 67 tahun, berbeda dengan aturan saat ini yang menetapkan usia pensiun di 70 tahun,” jelas Siti.
Menurut Siti, keberadaan UU tentang Jabatan Hakim sangat diperlukan untuk memperjelas kedudukan hakim sebagai pejabat negara. Apalagi, kata dia, saat ini status hakim sering kali dianggap tidak pasti, di mana hakim disebut sebagai pejabat negara, tetapi dalam praktiknya masih diperlakukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Di satu sisi, hakim disebut sebagai pejabat negara, tetapi di sisi lain mereka masih harus naik pangkat dan meminta persetujuan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) seperti PNS lainnya. Ini lah yang menyebabkan status hakim menjadi abu-abu,” tegasnya.
Siti sangat berharap agar pembahasan RUU Jabatan Hakim ini dapat dihidupkan kembali dan segera disahkan. Menurutnya, RUU ini penting untuk memastikan hakim mendapatkan status yang jelas dan hak-hak yang layak sebagai pejabat negara.
Pada kesempatan terpisah, Komisioner KY Joko Sasmito juga mengungkapkan dukungannya terhadap percepatan pembahasan RUU Jabatan Hakim. RUU tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para hakim di Indonesia
“RUU Jabatan Hakim ini sangat penting, terutama terkait dengan kesejahteraan hakim. Jika RUU ini terwujud, kesejahteraan hakim akan meningkat secara otomatis,” ujarnya kepada wartawan.
Menurut Joko, langkah KY ke depan adalah memperjuangkan agar RUU tersebut kembali masuk dalam Prolegnas.
Selain itu, Joko menyebut bahwa lembaganya juga akan berkomunikasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Keuangan dan Bappenas, guna memastikan dukungan penuh terhadap pembahasan RUU tersebut.
Sebelumnya, Solidaritas Hakim Indonesia berencana melakukan gerakan cuti bersama pada 7-11 Oktober mendatang. Hal ini untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia.
Dalam tuntutannya, mereka meminta agar Presiden merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 yang tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah MA untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak.
Selain itu, mereka juga meminta Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Prolegnas. Hal ini guna mengatur kerangka hukum yang komprehensif dan berkelanjutan.*