FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie memberikan saran kepada Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) untuk segera menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto guna membahas kesejahteraan hakim di Tanah Air.
Hal itu ia sampaikan setelah menerima audiensi dari 12 perwakilan SHI di kantornya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menekankan pentingnya bertemu langsung dengan Presiden Jokowi untuk memastikan isu ini mendapatkan perhatian serius.
“Jadi saya bilang, kalau mau ketemu, langsung presiden saja. Apa dengan Presiden Jokowi? Saya rasa kalau dia mau terima, why not? Untuk menjaga, supaya isu ini jadi isu serius,” kata Jimly, Selasa, 8/10/2024.
Menurut Jimly, pertemuan dengan Presiden Jokowi juga dapat menjadi langkah strategis untuk memastikan penyelesaian isu ini oleh presiden berikutnya.Apalagi, kata Jimly, Presiden Jokowi memiliki waktu yang lebih luang dibandingkan dengan Presiden terpilih yang memiliki agenda kesibukan yang padat.
“Jadi di masa-masa akhir jabatan Pak Jokowi, kan boleh juga dia menerimanya. Orang pedagang kaki lima saja diterima sama dia. Ini kan hakim. Coba aja dites. Siapa tahu mau,” ujarnya.
Apabila Jokowi menerima para hakim yang melakukan cuti massal, maka isu tersebut dapat dengan mudah dititipkan kepada presiden berikutnya.
Sebagai alternatif, Jimly juga menyarankan untuk mengajukan permohonan pertemuan dengan Presiden terpilih Prabowo yang dilantik pada 20 Oktober mendatang.
“Tapi kemungkinan kedua, coba juga bikin surat. Minta waktu ke presiden, calon Presiden Prabowo yang akan dilantik. Siapa tahu di tengah-tengah kesibukannya ada waktu,” tambahnya.
Menurut Jimly, meskipun sudah ada pertemuan dengan DPR dan beberapa kementerian, langkah konkret masih diperlukan untuk memastikan implementasi kebijakan tersebut.
“Ini cuma saran saja. Saya bilang kalau sudah ketemu, kan mereka sudah ketemu DPR. Tapi nanti kan pasti anggota DPR itu, kalau ditanya, setuju semua. Tapi pas implementasinya, tergantung Banggar. Komisi III itu tergantung Banggar. UUD, ujung-ujung duit,” ujarnya.
Jimly juga menyoroti bahwa meskipun pertemuan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) atau Menteri Hukum dan HAM sudah dilakukan, keputusan akhir tetap bergantung pada kebijakan Menpan RB dan Menteri Keuangan.
“Sudah ketemu dengan Menpan atau Menteri Hukum dan HAM. Tapi kan dia hanya isu hukumnya. Tapi kan urusan yang begini-begini, ini kebijakan di Menpan. Nanti kalau dia ketemu lagi dengan Menpan, bagus itu pasti setuju juga. Tapi ujung-ujung ini Menkeu, maka ini semua nanti bisa ngeles. Apalagi tinggal 12 hari,” lanjutnya.
Sebelumnya, SHI berencana melakukan gerakan cuti bersama pada 7-11 Oktober mendatang. Hal ini untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia.
Dalam tuntutannya, mereka meminta agar Presiden merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 yang tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah MA untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak.
Dalam dua hari aksi mogok massal, mereka telah melakukan audiensi bersama dengan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Komisi III DPR RI.*
Laporan Syahrul Baihaqi