Publik Kutuk Parpol Karena Selalu Ditipu

Pengamat Politik Universitas Nasional Selamat Ginting, Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, pada Selasa, 1/10/2024. | YouTube Forum Keadilan TV
Pengamat Politik Universitas Nasional Selamat Ginting, Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, pada Selasa, 1/10/2024. | YouTube Forum Keadilan TV

FORUM KEADILAN – Pertemuan antara Ketua Umum PDIP dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto direncanakan akan digelar sebelum pelantikan Presiden, pada 20 Oktober 2024 mendatang.

Ketua DPP PDIP, Puan Maharani pun mengungkapkan bahwa pertemuan antara Megawati dan Prabowo dalam waktu dekat membuka peluang menjadi sebuah jembatan PDIP bergabung pemerintahan selanjutnya dan pertemuan ini bisa dilaksanakan di mana saja, termasuk di kediaman Megawati  maupun di rumah Prabowo.

Bacaan Lainnya

Pengamat politik Universitas Nasional Selamat Ginting pun mengingat terkait janji-janji yang diumbar oleh Partai politik termasuk pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan siap menjadi oposisi kalau kalah dalam kontestasi Pemilu 2024.

“Ya jadi kita mesti ingat bahwa, rakyat pada saat Pemilu memilih Partai-partai politik itu dengan janji-panji dengan kampanye-kampanye. Ingatlah pernyataan Hasto itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada tanggal 14 Februari 2024, pada saat pencoblosan dia bilang kami siap menang kami siap kalah, kami siap duduk di pemerintahan apabila menang dan kami siap menjadi oposisi kalau kalah,” ujar Pengamat Politik Universitas Nasional Selamat Ginting, Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, dikutip Jumat, 4/10/2024.

Menurutnya, hal ini membuat masyarakat yang memberikan suaranya kepada Partai politik merasa tertipu dan dibohongi ketika mereka memutuskan masuk ke dalam KIM Plus dan bergabung ke dalam ke pemerintahan.

“Publik rasanya akan dalam tanda petik mengutuk Partai politik karena merasa ditipu, ditipu oleh Nasdem, PKS, PKB yang dari koalisi perubahan masuk situ KIM Plus, dan ini juga kalau PDIP kembali masuk ya sudah publik merasa akan merasa dibohongi lagi oleh Partai politik,” lanjutnya.

Ia pun melontarkan mengkritik dan mempertanyakan bagaimana proses check and balances terhadap pemerintahan yang akan datang jika semua Partai berada di dalam pemerintahan.

“Mau lewat mana check and balances, kalau semuanya masuk dalam pemerintahan, apakah parlemen bisa menjadi alat check and balances, kalau dia bagian dari Partai yang berada di koalisi pemerintahan,” tegasnya.

“Nah kita ingat selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, ini adalah parlemen terburuk di era reformasi.” sambungnya.

Selamat Ginting menilai bahwa hal ini menjadi sebuah stempel pemerintah mengingat selama era Jokowi wacana hak angket tidak dijalankan oleh DPR RI.

“Tidak ada hak angket, anda tahu soal IKN, 93% setuju, Cuma 7% yang tidak setuju adalah PKS begitu, nah sekarang Jokowi juga menyalahkan rakyat, bahwa ini IKN ini kemauan rakyat, alasannya DPR menyetujui, kan seperti itu, buang-buang badan sekarang, nah ini menurut saya, kenapa DPR menjadi pemandu sorak, karena jadi stempel pemerintah, nah ini juga ke depan, kalau ini semuanya kan repot sebenarnya, ” jelasnya.

PDIP, kata Ginting, jika tetap memberikan dukungan kepada pemerintah tidak perlu harus berada dalam kabinet. Menurutnya, PDIP tidak harus merasa malu jika berada di luar pemerintahan jika dinilai pemerintah yang akan datang dinilai tidak bagus.

“Kalau memang bagus ya kita dukung, kalau enggak kita kritik, kenapa harus malu berada di luar pemerintahan,” tuturnya.

“Toh selama dua periode masa Kepresidenan SBY, PDIP berada di oposisi dan menuai hasilnya 2014 dengan Jokowi sebagai Kader PDIP menjadi Presiden, kenapa itu tidak dilakukan lagi sekarang,” imbuhnya.*

Pos terkait