Senin, 28 Juli 2025
Menu

KPK Buka Peluang Hukuman Mati bagi Koruptor APD Covid-19

Redaksi
Ilustrasi tersangka | ist
Ilustrasi tersangka | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang hukuman mati bagi koruptor dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19.

Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait hukuman mati terhadap koruptor pada saat bencana seperti pandemi Covid-19.

Ditambah, Ketua KPK Nawawi Pomolango pada 4/12/2020 lalu juga pernah mengeluarkan statement bahwa koruptor bisa dihukum mati jika melakukan korupsi di masa sulit negeri.

“Bahwa ancaman hukuman mati bisa saja dilakukan pada mereka yang melakukan tindak pidana korupsi di masa ada bencana nasional, bencana sosial dan sebagainya,” katanya.

Direktur Penyidik KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kemungkinan itu akan tetap ada. Meskipun hukuman mati bagi koruptor di masa pandemi akan ada kondisional dan syarat yang harus dipenuhi.

“Memang seperti itu adanya. Cuma, itu juga ada kondisionalnya, ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi. Itu opsional, artinya pasal itu bisa ditetapkan,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 3/10/2024.

Asep menyebut, saat ini tim penyidik masih terus melengkapi syarat-syarat agar bisa menerapkan hukuman mati kepada para tersangka dalam perkara ini.

“Hanya saja kita sedang melengkapinya juga. Yang jelas, hal itu masuk ke Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3. Ini kita melihatnya kan dari dokumen pengadaannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, KPK resmi mengumumkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan sumber dana dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020.

Ketiga tersangka ialah Budi Sylvana (BS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Ahmad Taufik (AT) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Permana Putra Mandiri (PPM), dan Satrio Wibowo (SW) selaku Dirut PT Energi Kita Indonesia (EKI).*

Laporan Merinda Faradianti