Menghidupkan TAP MPR Adalah Langkah Mundur

Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti
Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan keprihatinannya terhadap upaya MPR untuk menghidupkan kembali Ketetapan MPR (TAP MPR).

Menurutnya, setelah amandemen konstitusi tahun 1999-2002, MPR seharusnya tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan TAP sebagaimana ditegaskan melalui TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003.

Bacaan Lainnya

“Sejak saat itu, ketetapan yang sudah selesai tidak perlu ditindaklanjuti lagi,” kata Bivitri dalam diskusi daring, Minggu, 29/9/2024.

Ia menjelaskan bahwa TAP MPR, secara fungsional, lebih mirip dengan pernyataan politik daripada peraturan perundang-undangan.

“Dalam ilmu hukum, TAP MPR bukan merupakan dasar hukum konkret yang perlu ditindaklanjuti, kecuali beberapa yang memerlukan tindakan hukum lebih lanjut,” jelasnya.

Selain itu, ia juga turut mengomentari terkait pencabutan TAP MPR terhadap tiga mantan presiden mulai dari Soekarno, Soeharto dan juga Gus Dur.

Menurut Bivitri, TAP MPR terkait dengan Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah selesai dicabut sejak tahun 2003. Oleh karena itu, kata dia, langkah MPR saat ini bukanlah jasa baik mereka dalam mencabut ketetapan terkait dua tokoh tersebut.

“Yang jadi persoalan adalah TAP MPR terkait Soeharto yang hingga kini belum dicabut,” tambahnya.

Ia juga mempertanyakan motivasi MPR yang tiba-tiba ingin menghidupkan kembali TAP MPR. Untuk diketahui, terdapat wacana bahwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan ditetapkan melalui TAP MPR.

“Seharusnya, setelah amandemen, tidak ada lagi TAP MPR yang baru. Namun, belakangan MPR menyatakan bahwa mereka akan mengeluarkan TAP MPR baru dalam pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden. Ini menjadi pertanyaan besar, mengapa TAP MPR tiba-tiba ingin dihidupkan kembali?” ujarnya.

Bivitri menegaskan bahwa selama dua periode kepresidenan SBY dan Jokowi, pelantikan dilakukan tanpa menggunakan TAP MPR, dan itu adalah langkah yang benar.

“Menghidupkan kembali TAP MPR telah lama menjadi keinginan MPR, namun langkah ini justru merupakan kemunduran dalam praktik ketatanegaraan kita,” pungkasnya.

Dengan adanya rencana MPR ini, Bivitri mengajak publik untuk mempertanyakan dan mengkritisi langkah tersebut demi menjaga konsistensi konstitusi dan tata hukum di Indonesia.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait