Membawa Presiden ke Meja Hijau

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 Abraham Samad menyebut, Indonesia tidak memiliki tradisi membawa mantan presiden ke meja hijau untuk diadili.
Walaupun di zaman orde baru, Presiden RI ke-2 Soeharto pernah diadili, tetapi prosesnya tidak pernah sampai ke pengadilan dan bahkan tidak maksimal.
“Orang Indonesia ini enggak pernah punya tradisi membawa mantan presidennya ke meja hijau, walaupun sebenarnya kita tahu bahwa presiden ini banyak pelanggaran hukumnya. Enggak pernah punya tradisi itu,” ujar Abraham dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, Rabu, 25/9/2024.
Ia pun mencontohkan apa yang terjadi di Korea Selatan, ketika Mantan Presiden Moon Jae-In diadili akibat memuluskan jalan menantunya mendapat jabatan tinggi di suatu perusahaan.
“Coba lihat Korea Selatan. Presidennya itu dia cuma memuluskan anak mantunya untuk bekerja dan dipersoalkan secara hukum. Kemudian juga di Korea kemarin, dia cuma menerima tas mewah itu dipersoalkan secara hukum,” tutur Abraham.
Dari semua contoh yang disebutkan itu, Abraham menilai bahwa Indonesia juga perlu memulai tradisi membawa presiden ke meja hijau untuk dimintai pertanggungjawaban hukum, jika memang terbukti melakukan pelanggaran.
Kalau tidak, ia khawatir penguasa-penguasa berikutnya akan melakukan pelanggaran hukum dan tidak diadili.
Abraham menegaskan, hal ini dilakukan bukan berdasarkan kebencian, melainkan memang ingin menegakkan hukum. Sebab, Indonesia sendiri merupakan negara hukum.
“Bukan kita dendam ya. Kita tidak dendam sama sekali. Silakan kalau misalnya sudah diadili, kita berandai-andai ya, presidennya ternyata terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman, silakan kalau setelah dijatuhi hukuman kemudian dimaafkan karena berbagai macam, silakan, tapi yang terpenting menurut saya harus ada proses hukum untuk bisa mengadili presiden. Karena kita di negara hukum. Itu yang terpenting,” imbuhnya.
Ia mengaku akan terus mendorong tradisi ini agar bisa dilakukan. Menurutnya memang harus ada contoh terlebih dahulu untuk bisa menjalankan tradisi ini. Tetapi untuk memulainya, tidak harus dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Apabila memang tidak ditemukan pelanggaran hukum pada Jokowi, maka aparat penegak hukum harus tegas mengatakan memang tidak bersalah. Tetapi, jika memang Jokowi melakukan pelanggaran, maka harus dengan tegas dihukum.
“Kalau nanti aparatnya ternyata tidak menemukan pelanggaran hukum dia harus mampu menyatakan bahwa tidak ditemukan, tapi dia harus memulainya. Jangan dia tidak memulai, belum apa-apa dia langsung tidak bisa. Itu yang enggak boleh menurut saya,” jelas Abraham.
Menurut Abraham, investigasi harus dilakukan agar bisa ditemukan fakta hukumnya. Ini dilakukan supaya masyarakat Indonesia punya harapan terhadap keadilan di negara ini.
“Dia harus melakukan investigasi agar supaya orang bisa punya harapan terhadap republik ini, bahwa ternyata masih ada hukum, masih ada keadilan di Republik ini, bahwa kalau orang penguasa juga bisa dibawa ke meja hijau,” sambungnya.
Ia pun meminta agar para penegak hukum tidak takut melakukan penyelidikan kepada mantan presiden sekalipun. Kasus-kasus yang dilaporkan ke KPK oleh berbagai pihak sejak bertahun-tahun lalu haruslah diusut.
“Ini kan banyak kasus yang sudah dilaporkan dua tahun lalu oleh teman-teman kita, ada Ubed dan lain sebagainya, banyak lagi bukan cuma saya, banyak kasus yang sudah ada di KPK bahkan mungkin di aparat penegak lain. Sebagai tradisi, aparat penegak hukum harus menindaklanjuti, itu maksud saya. Dia nggak boleh mempeti-eskan kasus itu. Nanti misalnya presiden sudah berhenti, dia enggak boleh mempeti-eskan, dia harus menindaklanjuti,” pungkas Abraham.
Abraham kembali menekankan, aparat penegak hukum harus terus didorong untuk dapat menindaklanjuti setiap laporan yang ada. Hal ini dilakukan demi bisa melakukan tradisi menyeret penguasa ke meja hijau untuk diadili.*