Peringati Hari Tani Nasional, Ratusan Petani Tuntut KPK Usut Korupsi dan Mafia Agraria

FORUM KEADILAN – Ratusan petani yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Serikat Petani Pasundan (SPP) menggelar aksi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin, 23/9/2024.
Aksi tersebut dilakukan untuk memperingati Hari Tani Nasional (HTN) dan menuntut KPK agar serius memberantas korupsi serta mafia agraria.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, aksi ini diikuti oleh 500 massa yang mewakili 80 organisasi petani dari berbagai daerah.
“Sebanyak 500 massa mewakili 80 organisasi petani di berbagai daerah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi RI untuk menyampaikan aspirasi terkait urgensi pembongkaran dan pemberantasan korupsi agraria di Indonesia,” kata Dewi, Senin.
Menurut Dewi, aksi ini merupakan bagian dari peringatan HTN yang jatuh pada 24 September 2024, Selasa besok. Sebanyak 15.000 petani akan merayakan HTN di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia.
“Hari Tani merupakan momentum sakral dan hari mulia bagi kaum tani, masyarakat agraris dan seluruh rakyat yang mendambakan terciptanya keadilan dan kedaulatan agraria bagi segenap rakyat dan bangsa,” tambahnya.
Para petani menyoroti regulasi yang dianggap merugikan petani serta praktik korupsi di sektor agraria yang memperparah kondisi mereka. Dewi menilai bahwa pemerintah lebih memprioritaskan para taipan dalam pengelolaan sumber daya agraria, yang mengakibatkan ketimpangan dan konflik agraria.
“Apa yang terjadi jika kebijakan para pejabat publik dan kementerian/lembaga memberikan prioritas tanah dan kekayaan alam (sumber-sumber agraria) bagi pengusaha (konglomerat), yang kawin-mawin dengan perilaku korup birokrat, aparat keamanan dan politisi?” kata dia.
“Yang terjadi adalah, ketimpangan struktur agraria yang semakin lebar dan kemiskinan struktural yang semakin mendalam akibat petani dan rakyat kecil lainnya mengalami perampasan tanah, konflik agraria, penangkapan dan akhirnya rakyat tertembak dan terbunuh secara mengenaskan dalam kejadian-kejadian konflik agraria tersebut,” tegasnya.
Serikat Petani Pasundan juga menyoroti fakta bahwa hingga saat ini belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria, termasuk pencabutan izin pengusaha yang terbukti merampas tanah rakyat.
“Fakta ini menunjukan selama berpuluh tahun telah terbukti tidak ada keinginan secara sungguh-sungguh untuk melakukan review dan pencabutan terhadap konsesi hak atas tanah dan izin-izin yang telah diberikan tersebut. Apalagi mengharapkan ada corrective action pemulihan hak bagi rakyat yang terampas, atau pemulihan bagi alam yang telah dirusak,” kata Sekjen SPPP Agustiana.
Agustiana menambahkan, ketimpangan agraria semakin mencolok, dengan 25 juta hektare tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektare oleh pengusaha tambang, dan 11,3 juta hektare oleh pengusaha kayu. Sementara itu, ada 17,24 juta petani gurem yang hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektare.
Konsorsium dan SPP mendesak KPK agar serius mengusut korupsi agraria yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan mafia tanah.
Mereka juga meminta pemerintah menjalankan agenda Reforma Agraria Sejati yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta membuka transparansi terkait data konsesi tanah sebagai langkah memperbaiki kebijakan agraria.*
Laporan Reynaldi Adi Surya