Gugat SK Kepengurusan PDI Perjuangan, Kader Dikasih 300 Ribu

FORUM KEADILAN – Gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) perpanjangan kepengurusan PDI Perjuangan memasuki babak baru.
Dalam Podcast Politik Taktis (Poltak) Rio Capella, Ketua DPP PDI Perjuangan Ronny Talapessy bersama dua kader PDI Perjuangan yang dicatut namanya dalam gugatan tersebut menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di baliknya.
Pepen seorang kader PDI Perjuangan dari Cengkareng, Jakarta Barat mengaku bahwa dirinya sebenarnya dia tidak ingin menggugat Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dia dan beberapa kader PDI Perjuangan lainnya diperdaya oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Modusnya dengan berpura-pura mengajak ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan. Namun, ia dan beberapa kader tersebut malah bibawa ke kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Sesampainya di sana, dia dan beberapa kader tersebut diminta menandatangani dokumen. Nahasnya, dia tidak membaca terlebih dahulu apa isi dari dokumen tersebut.
“Akhirnya enggak sampai DPP, malah saya diajak ke Kuningan. Sampai di Kuningan, di situ suruh tanda tangan. Saya tidak membaca apa tanda tangan itu,” ujar Pepen dalam Podcast Politik Taktis (Poltak) Forum Keadilan pada Kamis, 19/9/2024.
Kemudian pada tanggal 26 Agustus 2024, Pepen baru mengetahui bahwa dokumen yang ditandatanganinya tersebut digunakan untuk menggugat SK Perpanjangan Kepengurusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Padahal, dia mengaku tidak akan mungkin berani menggugat ketua umumnya sendiri.
“Padahal saya enggak mungkin mengunggat ketua umum, sedangkan saya sendiri sebagai kader PDI Perjuangan. Saya mana berani menggugat ketua umum, sedangkan dari beberapa yang bawah saja seperti ranting, PAC, enggak berani untuk menggugat,” kata Pepen.
Pepen juga membeberkan siapa sosok yang mengajaknya ke DPP PDI Perjuangan pada saat itu. Pepen mengatakan, orang yang mengajaknya juga merupakan kader PDI Perjuangan bernama Ungut. Sosok tersebut meminta Kartu Tanda Anggota (KTA) Pepen dengan dalih untuk mengumpulkan dukungan.
Pepen mengaku sempat bertanya, tanda tangan tersebut diberikan untuk apa. Tetapi Ungut tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia pun merasa ditipu dan dijebak karena peristiwa ini.
“Saya juga sempat tanya, tanda tangan apa sih. Katanya, udah tanda tangan aja ntar gue tanggung jawab, gitu. Saya tanda tanganin lah saya gak baca lagi. Ya udah terjadi begini. Katanya saya menggugat ketua umum. Mana mungkin saya berani menggugat ketua umum. Ketua umum kan istilahnya ketua PDI Perjuangan dari zaman dulu. Enggak mungkin saya menggugat. Saya merasa ditipu, merasa dijebak gitu,” jelas dia.
Selain sosok kader bernama Ungut, Pepen juga menyebut nama Yusuf Blegur. Pepen mengaku tidak mengenal siapa Yusuf Blegur. Ia baru bertemu dengan Yusuf pada saat ia menandatangani dokumen di Kuningan, Jakarta Selatan dan belum bertemu kembali hingga saat ini.
Ronny Talapesy kemudian menjelaskan bahwa Yusuf Blegur bukanlah kader PDI Perjuangan. Ia juga mengatakan bahwa Ungut, diajak oleh Yusuf Blegur datang ke Kuningan untuk menandatangani dokumen tersebut.
Bahkan, Ronny mengungkapkan, Ungut sendiri tidak tahu untuk apa dia diajak ke lokasi tersebut. Dia juga dijanjikan untuk mengunjungi DPP PDI Perjuangan, sama seperti Pepen.
“Pak Ungut ini saya sudah tanya juga. Pak Ungut juga tidak mengerti diajak ke Kuningan ini enggak ngerti juga awalnya. Dibilang mau ke DPP saja mau main di sana. Sekarang Yusuf Blegur ini udah gak tahu di mana,” papar Rony.
Kader PDI Perjuangan dari Bekasi Kota, yaitu Jairi juga menerangkan hal yang sama. Ia juga merasa ditipu, sama seperti Pepen.
Menurut Jairi, informasi tentang kader PDI Perjuangan yang diajak mengunjungi DPP tersebar dari mulut ke mulut. Kata dia, kunjungan ke DPP bertujuan untuk memberikan dukungan kepada calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bersaing di Pilkada 2024.
Kader-kader yang memiliki KTA, kata Jairi, diminta untuk datang ke lokasi tersebut. Sesampainya di sana, Jairi menyerahkan KTA dan KTP untuk didata.
“Saya serahkan KTA dengan KTP. Ngobrol-ngobrol tuh, ditanya dari mana. Dia bilang dulu dia pernah jadi anggota PDIP juga. Waktu itu dia bilang masih Suryadi pak Suryadi waktu itu. Masih Sekjen-nya Pak Alex Lita. Merasa mengaku ya orang dari PDIP kebetulan kita juga di PDIP juga. Nah kebetulan dia suruh minta tanda tangan nih, ada nama dengan materai blangko kosong,” jelas Jairi.
Jairi sempat bertanya, tanda tangannya diperlukan untuk apa. Tetapi sosok yang mengajaknya tidak menjelaskan dengan detail. Ia hanya mengatakan bahwa tanda tangannya diperlukan untuk mendukung demokrasi.
“Kebetulan saya tanya dulu ‘ini untuk apa ditanda tangani?’ katanya untuk dukungan demokrasi. Itu yang dikatakan,” papar dia.
Pepen dan Jairi pun mengaku diberikan uang sebesar Rp300 ribu setelah menandatangani dokumen tersebut yang ternyata digunakan untuk menggugat SK Perpanjangan Kepengurusan PDI Perjuangan.
“Kalau teman saya kan bilangnya untuk pemilihan gubernur. Bang Upi itu, katanya seperti itu infonya. Kalau yang tiga teman kami ini enggak ada informasi, cuma suruh cepat-cepat tanda tangan karena berkas mau di bawa. Nah ternyata dipakai, setelah kemudian hari itu saya dapat info untuk menggugat ibu ketua umum masalah SK perpanjangan itu dan saya merasa tertipu. Soalnya saya enggak pernah menggugat atau memberikan kuasa mereka untuk menggugat,” pungkasnya.*