Peneliti TII Desak Sahkan RUU Perampasan Aset Ketimbang Wantimpres dan Kementerian

FORUM KEADILAN – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan RUU Kementerian Negara dikabarkan disahkan pada Kamis, 19/9/2024.
Revisi tersebut melibatkan penambahan jumlah anggota Wantimpres dan Kementerian, yang dinilai tidak memiliki urgensi.
Peneliti Hukum dari The Indonesian Institute (TII) Christina Clarissa Intania menilai bahwa pengesahan RUU tersebut tidak memperhatikan kritik publik.
Menurut Clarissa, penambahan anggota Wantimpres dan Kementerian hanya berpotensi memperbesar kepentingan politik tanpa alasan yang jelas.
“Sudah banyak sekali yang mengingatkan bahwa perubahan ketentuan jumlah anggota Wantimpres dan Kementerian tidak memiliki urgensi. Selain itu, dengan kemungkinan bertambahnya jumlah anggota Wantimpres dan Kementerian, maka bisa dimanfaatkan untuk mengakomodir kepentingan politik dan bisa membengkakkan anggaran,” ujar Clarissa kepada Forum Keadilan, Selasa, 17/9.
“Jika ada penambahan, justru negara akan menjadi imbas rumitnya birokrasi yang juga akan memengaruhi kinerja pelayanan publik. Hal ini yang harus dirumuskan kembali mengingat koordinasi yang semakin memakan waktu. Korbannya adalah kebijakan yang berkualitas, inklusif, dan kesejahteraan masyarakat luas,” kata dia.
Clarissa juga menyoroti alasan perubahan tersebut, yakni untuk memperkuat sistem presidensial yang dianggap lemah sejak Reformasi 1998. Menurutnya, berkurangnya kekuasaan presiden justru memperkuat check and balances dalam demokrasi.
“Jadi, jika sistem presidensial saat ini dibilang lemah juga kurang tepat dan menebalkan cabang eksekutif jelas bukan jawabannya,” tegasnya.
Clarissa berharap DPR lebih fokus pada RUU yang lebih prioritas, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Masyarakat Adat, RUU Kerukunan Beragama, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
“Alih-alih memprioritaskan RUU dengan ketentuan perubahan yang tidak memiliki urgensi, lebih baik memprioritaskan RUU yang memang dibutuhkan orang banyak. RUU yang seharusnya menjadi prioritas saat ini di antaranya RUU Masyarakat Adat, RUU Kerukunan Umat Beragama, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Perampasan Aset,” kata dia.
Menurut Clarissa, isu-isu seperti korupsi, kesenjangan sosial, intoleransi, dan pemenuhan hak dasar lebih mendesak untuk diatasi.
“Isu korupsi, kesenjangan dalam masyarakat, intoleransi, dan pemenuhan hak dasar telah menjadi isu yang berlarut-larut di negara ini dan seharusnya ini yang menjadi sorotan DPR,” tutupnya.*
Laporan Reynaldi Adi Surya