MA Bantah Dugaan Pemotongan Honorarium Penanganan Perkara

FORUM KEADILAN – Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan dugaan pemotongan honorarium penanganan perkara Hakim Agung yang dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW).
“Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara Hakim Agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan MA,” kata Juru Bicara MA Suharto dalam keterangan tertulis, Selasa, 17/9/2024.
Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial itu juga mengatakan bahwa fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak Honorarium Penanganan Perkara (HPP) yang diterima dan didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi sosial.
Di samping itu, kata Suharto, pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya telah dituangkan dalam surat pernyataan yang diketahui oleh Ketua Kamar di MA.
“Seluruh hakim agung telah membuat surat pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya atas honorarium penanganan perkara dan surat kuasa pendebetan. Dengan demikian, tidak benar ada Hakim Agung yang melakukan penolakan,” katanya.
Apalagi, Suharto menjelaskan, rangkaian proses penanganan perkara pada MA juga tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Hakim Agung, melainkan dikerjakan secara kolektif antara Hakim Agung dengan kepaniteraan MA.
Suharto juga mengklarifikasi soal adanya dugaan korupsi sebesar Rp97 miliar yang digunakan oleh Pimpinan MA untuk kepentingan pribadi sebagaimana dituduhkan oleh IPW.
“MA menegaskan bahwa pernyataan IPW tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan HPP Hakim Agung yang mencapai Rp97 miliar adalah tidak benar,” ucapnya.
Menurut Suharto, pernyataan IPW bahwa yang didistribusikan hanya sebesar 74,05 persen tidak benar karena perhitungan tersebut semata-mata didasarkan pada penjumlah data yang tersaji dalam memorandum Panitera MA.
“Memorandum tersebut hanya memuat daftar penerima HPP yang ada dalam kamar, sedangkan penerima alokasi HPP lainnya tidak dimuat dalam memorandum tersebut,” ujarnya.
Di samping itu, Suharto juga menjelaskan bahwa pelaksanaan pemberian honorarium penanganan perkara telah diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada 2023.
Suharto menyebut bahwa hasil audit BPK tidak menemukan adanya indikasi penyimpangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undang.
“Adanya pendistribusian HPP kepada non-Hakim Agung yang berasal dari pemberian sukarela Hakim Agung setelah honorarium penanganan perkara diterimakan seluruhnya kepada hakim agung sepenuhnya merupakan persoalan perdata,” katanya.
Sebelumnya, IPW menduga terdapat Honorarium Penanganan Perkara (HPP) yang hanya didistribusikan sebesar 74,05 persen, sedangkan sebanyak 25,95 persen atau Rp97 miliar digunakan oleh Pimpinan Hakim Agung untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, IPW juga mengklaim telah mendapat informasi Pemotongan Dana HPP pernah mendapat penolakan dari sejumlah Hakim Agung. Hal tersebut diduga atas intervensi pimpinan Mahkamah Agung RI di mana para Hakim Agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai, yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan honorarium dana HPP.*
Laporan Syahrul Baihaqi